Jumat, September 11, 2009

Pelantikan Wakil Rakyat 11 M??? Pantaskah???

0 komentar

01 Oktober 2009 nanti para wakil rakyat akan dilantik. Jumlah mereka keseluruhannya kuralng lebih 650 orang. Semua akan berkumpul di jakarta untuk bersama-sama mengucapkan sumpah dan janji sebagai wakil rakyat.
Masalah pelantikan tentunya merupakan rutinitas 5 tahun sekali sebagaimana biasanya seperti tahun-tahun yang lalu. Namun yang mengagetkan dan memunculkan pertanyaan besar adalah anggaran yang digukana untuk pelantikan wakil rakyat ini. Anda tentu tahu berapa anggaran yang digunakan untuk satu hari penuh tersebut. Bagi anda yang tidak mengetahui, saya akan memberikan informasinya, yaitu 11 M. Sungguh jumah yang tidak terbayang oleh kita semua.
Untuk apa uang sebesar itu? Ada beberapa kegiatan yang memang dibuat panitia dan harus diikuti oleh peserta pelantikan (baca : calon anggota DPR). Diantaranya adalah pertama, stadium general. Acara ini merupakan acara yang sangat urgen karena hal-hal penting yang akan disampaikan oleh Presiden dan beberapa pejabat penting lainnya. Yang menjadi pertanyaan adalah efektifkah acara ini? Baik, dalam hal ini mari kita positif thinking sajalah....
Kedua, acara kunjungan ke lubang buaya. Acara ini akan melibatkan banyak pihak dan salah satu diantaranya adalah penyewaan transportasi menuju ke tempat lubang buaya. Yang menjadi pertanyaan adalah untuk apa sebenarnya acara ini? Kalau bicara masalah substansi pelantikan hanyalah mengucapkan sumpah dan janji saja? Lalu apa manfaat dari kunjungan ke lubang buaya ini?
Ketiga, ternyata yang dilantik bukan hanya calon wakil rakyat saja, tetapi juga keluarga dari calon, bahkan sampai pembantu juga. Akomodasi untuk transportasi ternyata bukan hanya untuk calon wakil rakyat, tetapi untuk istri, anak (maksimal 2), dan seorang pembantu. Yang kemudian menggelitik dan harus ditanyakan adalah bukankah para calon wakil rakyat belum menjadi pejabat publik? Mengapa harus negara yang membiayai semua itu, bahkan sampai penbantu juga ikut? Apa gunanya pembantu? Bukahkah para calom wakil rakyat sudah disediakan tempat yang berkelas 1? Sudah mendapatkan fasilitas yang lengkap dan terjamin? Lalu apa fungsi pembantu? Atau jangan-jangan para wakil rakyat tidak kuat membawa kopernya sendiri sehingga butuh pembantu? Bagaimana mau membawa aspirasi masyarakat kalu membawa kiopernya sendiri saja sudah tidak sanggup?
Ironisnya, acara yang cukup banyak uang ini diadakan ketika sebagian rakyat indonesia sedang berduka. Kita sama tahu bahwa telah terjadi gempa di tasikmalaya, masih banyak orang-orang yang kekurangan gizi di yahokimo dan masih banyak anak-anak tidak mampu yang belum tersentuh tangan pemerintah. Setelah dihitung-hitung ternyata dana yang dibutuhkan untuk pelantikan setelah beberapa hal yang dianggap tidak penting hanyalah sekitar 2,8 M. Dengan demikian masih ada sisa sebesar 8,2 M yang bisa disumbangkan untuk para korban bencana alam, untuk saudara kita di yahokimo dan untuk mereka yang belum tersentuh tangan pemerintah. Katanya kita harus efisien dan efektif dalam penganggaran dana, tapi mana buktinya?
Kita semua berharap dengan pelantikan yang begitu mewah nanti, para anggota wakil rakyat yang sekarang masih berstatus calon paling tidak bisa lebih baik kinerjanya dibanding yang lalu. Syukur-syukur bisa jauh lebih baik dan lebih bagus kinerjanya. Sehingga rakyat indonesia masih percaya dengan para anggota dewan yang terhormat dan pemerintah ini.
Penulis adalah mahasiswa aktif jurusan Hukum Islam FIAI UII angkatan 2007
Sumber diskusi tv1one dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam.

Kamis, Juni 04, 2009

SOAL2 UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL TAHUN AKEDEMIK 2008/2009

2 komentar
Matakuliah : FIQH MUNAKAHAT 
Dosen Penguji : Drs.H. Syarif Zubaidah, MAg
A. Pengertian nikah dan hikmahnya 
1. Sebutkan pengertian nikah menurut bahasa, istilah Fiqh dan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan!  
2. Sebutkan apa saja hikmah nikah! 
B. Hukum nukah dan tujuannya  
1. Jelaskan bahwa nikah itu bias dihukumi wajib, sunah, mubah, atau haram!  
2. Sebutkan hukum nikah secara umum maupun secara khusus! 
C. Solusi bagi orang yang belum menikah  
1. Jelaskan beberapa kereteria oramg dikatakan belum mampu menikah! 
2. Sebutkan dalil-dalil dari al-Quran dan al-hadits tentang hal tersebut diatas! 
D. Khitbah 
1. Apakan khitbah itu? Dan sebutkan syarat perempuan boleh dipinang!  
2. Jelaskan pendapat ulama: tentang hokum meminang perempuan dan batasan- batasan melihatnya!!  
3. Bagaimana hukum membatalkan pinangan dan bagaimana pula hukum hadiah yang telah diberikan oleh pihak laki-laki kepada perempuan yang dipinang! 
Matakuliah : Metodologi Studi islam  
Dosen Penguji : Drs.H. Muhadi Zainuddin, Lc, M. Ag  
1. Terangkan arti metodologi studi islam secara jelas dan kenapa harus dipelajari?
2. Dalam memahami islam, kita harus melalui beberapa pendekatan :  
a. Pendekatan historis
b. Pendekatan filosofis 
c. Pendekatan ilmiyah 
d. Pendekatan doktriner 
e. Pendekatan fenomenologi 
3. Dalam studi islam, harus melalui beberapa metode :
a. Metode diagnosis 
b. Sinkronis analisis 
c. Problem solving 
4. Metode empiris Jelaskan arti tersebut dan bagaimana fungsinya!!! 
5. Apa yang anda ketahui tentang istilah : 
a. Norma
b. Manhaj istimbatiyah
c. Manhaj istiqoriyah 
Matakuliah : Pemikiran dan peradaban islam  
Dosen Penguji : Drs. H. M. Sularno,MA   
1. Jelaskan bahwa Al-Quran dan Al-Sunnah merupakan sumber pemikiran dan peradaban islam! Lengkapilah jawaban saudara dengan mengutip salah satu ayat Al-Quran atau Hadits Rasulullah SAW!  
2. Uraikanlah bahwa manusia memiliki kolerasi yang kuat dengan budaya/peradaban! Uraikan pula manfaat dari studi pemikiran dan peradaban islam!  
3. Terangkan sikap islam terhadap peadaban asing dengan mengemukakan contohnya! Terangkan pula pemikiran dan peradaban bangsa Arab Pra Islam(jahiliyah).  
4. Uraikan pemikiran dan peradaban islam produk Rasulullah SAW, baik pada periode makkah, maupun periode madinnah!  
5. Jelaskan pemikiran dan peradaban islam yang dibaguun oleh Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab!  
Matakuliah : Mu’amalah   
Dosen Penguji : Drs.H. Muhadi Zainuddin, Lc, M. Ag  
1. Jelaskan arti Fiqih Mu’amalah secara sempit dan secara luas! 2. Apa yang anda ketahui tentang: 
a. Al Muamalah Al Madiyah 
b. Al Muamalah Al Abadiyah dan bagaimana akan praktiknya? 
3. Apa yang anda ketahui tentang “hak”? terangkan berapa macam dan bedanya dengan “milik”?! jelaskan  
4. Apa yang anda ketahui tentang “harta”, bagaimana pembagianya dan implikasinya terhadap umat isalm?
Matakuliah : Ushul Fiqh
Dosen Penguji : Prof. Dr. H. Amir Mu’alim,MIS
1. Pembicaraan Ushul Fiqh tidak lepas dari pembicaran hukum islam. 
a. Jelaskan pernyataan tersebut, dilengkapi dengan definisi hukum islam! 
b. Jelaskan perbedaan prinsip antara syari’ah, fiqh dan hukum islam, berikut contohnya! 
2. Definisi Ushul Fiqh sangan penting agar dapat memahami persoalan-persoalan lain yang berkaitan dengan Ushul Fiqh tersebut. 
a. Jelaskan pengertian Ushul Fiqh baik menurut bahasa maupun menurut istilah!
b. Sebutkan dan jelaskan kata-kata kunci yang ada dalam definisi Ushul Fiqh tersebut 
3. Minimalnya ada empat tujuan mempelajari Ushul Fiqh. 
a. Sebutkan dan jelaskan empat tujuan mempelajari Ushul Fiqh tersebut. 
b. Berikan contoh hasil kerja seseorang dalam bidang hukum islam yang dilakukan dengan cara istimbath! 
4. Munculnya Ushul Fiqh sebagai upaya penemuan hukum isalam dan ilmu Ushul Fiqh sebagai bentuk kajian hukum islam dapat dilacak pada masa Nabi Muhammad SAW.,Sahabat,Tabi’in, Tabiit Tabi’in. 
a. Jelaskan pernyataan tersebut??? 
b. Apakah dasar hukum yang digunakan pada masa-masa tersebut!!! 5. Munculnya persoalan kawin sirri dan perkawinan dibawah umur seperti yang terjadi pada Syeh Puji menimbulkan Pro dan Kontra dalam penentuan hukumnya. Bagaimana saudara mengkritisinya kaitannya dengan disiplin ilmu Ushul Fiqh! 
Matakuliah : Pengantar hukum Indonesia 
Dosen Penguji : Endro kumoro,SH., MH   
Tarman, seorang siswa SMA disemarang, menjual sepeda motor miliknya kepada seorang keturunan orang Belanda. Penjualan atas sepeda motor miliknya itu terpaksa harus dilakukan untuk keperluan biaya sekolah. Jual beli kendaraan bermotor tersebut hanya ditandai dengan selembar kwitansi sebagai bukti pembayaraan dari orang keturunan belanda tersebut sebagai pihak pembeli yang telah diterima oleh tarman sebagai pihak penjual. Sejak itu, semua surat-surat kendaraan bermotor yang bersangkutan diserahkannya kepada orang keturunan belanda tersebut. Beberapa waktu berselang, tarman memperoleh panggilan untuk menghadap kekantor polisi. Sesampainya dikantor polisi, tarman merasa terkejut karena dirinya diperiksa oleh petugas polisi berkaita dengan motor yang pernah dijualnya dahulu yang ternyata digunakan oleh seseorang untuk melakukan kejahatan. Dihadapan petugas tarman mengatakan, bahwa motornya itu telah lama dijual kepada orang keturunan belanda, dan ia tidak tahu menahu dengan orang yang manggunakan motornya dahulu dalam melakukan kejahatan. Namun petugas plisi tetap menyatakn,bahwa tarman diduga mampunyai keterlibatan dalam kejahatan yang bersangkuatan, karena secara hokum motor yang digunakan untuk melakukan kejahatan tersebut masih miliknya. Hal tersebut didasarkan kepada suatu kenyataan, bahwa selama itu tarman belum pernah melakukan balik nama atas motor miliknya yang telah dijual itu.. 
1. dalam kasus diatas dapatkah tarman dihadapkan petugas polisi menyangkal keterlibatanya dalam kejahatan yang bersangkutan semata-mata atas dasar ia tidak tahu, bahwa jual beli kandaraan bermotor menurut hukum harus selalu diikuti dengan proses ganti nama. Jelaskan!
2. termasuk dalam lapangan hukum manakah hubungan hukum yang terjadi antara tarman dengan orang keturunan belanda sebagaiaman diuraikan dalam kasus diatas???????? Uraikanlah pula suasana hukum dan ruang lingkup dari lapangan hukum tersebut!
3. mengingat bahwa orang yang membeli kendaraan bermotor milik tarman sebagaimana diuraikan dalam kasus diatas adalah orang keturunan belanda, maka suasana tata hukum sekarang ini apakah berarti tarman dalam malakukan jual beli motor miliknya harus malkukan ketantuan-ketentuan hukum yang berlaku bagi golongan orang eropa sebgaiman adiatur dalam ONDERWERPING ORDONANTIE????? Jelaskan  
4. perinsip the rule of precedent tang beelaku dinegara-negara Anglo-Amerika adalah dimaksudkan untuk menciptakan rechszeekerheid. Jelskan, apakah untuk menciptakan rechszeekerhaid dinegara kita, perinsip yang demikian itu juga harus diberlakukan? sebutkan dan jelaskan juga asas-asas hukum yang dapat diginakan untuk memyalesaikan peraturan perundang-undangan tnag saling bertentangan antar satu dengan yang lain???????  
5. Dalam perjanjian jual beli sebagaimana dilakukan oleh taman dengan orang keturunan belanda seperti pada kasus diatas juga perjanjian-perjanjian lain pada umumnya apa yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak agar perjanjian yang dibuatnya tidak berada dalam keadaan verniteghbar????????

Jumat, Mei 29, 2009

ZAKAT INDIVIDU DAN ZAKAT KOLEKTIF

0 komentar
BAB I PENDAHULUAN Zakat merupakan refleksi tekad untuk mensucikan masyarakat dari penyakit kemiskinan, harta benda orang kaya, dan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran Islam yang terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap orang tanpa membedakan suku, ras, dan kelompok. Zakat merupakan komitmen seorang Muslim dalam bidang soio-ekonomi yang tidak terhindarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi semua orang, tanpa harus meletakkan beban pada kas negara semata, seperti yang dilakukan oleh sistem sosialisme dan negara kesejahteraan modern. Pemberdayaan ekonomi Ummat Islam melalui pelaksanaan ibadah zakat masih banyak menemui hambatan yang bersumber terutama dari kalangan Ummat Islam itu sendiri. Kesadaran pelaksanaan zakat masih di kalangan Ummat Islam masih belum diikuti dengan tingkat pemahaman yang memadai tentang ibadah yang satu ini, khususnya jika diperbandingkan dengan ibadah wajib lainnya seperti sholat dan puasa. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib zakat dan mekanisme pembayaran yang dituntunkan oleh syariah Islam menyebabkan pelaksanaan ibadah zakat menjadi sangat tergantung pada masing-masing individu. Hal tersebut pada gilirannya mempengaruhi perkembangan institusi zakat, yang seharusnya memegang peranan penting dalam pembudayaan ibadah zakat secara kolektif agar pelaksanaan ibadah harta ini menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam pembahasan makalah kali ini penulis tidak banyak menyinggu tentang zakat individu. Alasan penulis sangat sederhana, yaitu karena pada pertemuan-pertemuan yang terdahulu sudah banyak dibahas mengenai bentuk zakat ini. Sehingga dirasa tidak terlampau perlu untuk membahasnya. Penulis hanya akan menyinggung secara umum dan tidak mendetail seperti pembahasan mengenai zakat kolektif. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Zakat merupakan rukun Islam kelima disebutkan dalam ayat al-Qur'an sebanyak 82 kali. Dalam terminologi fiqih, zakat sering juga disebutkan dengan istilah shadaqah dengan maknanya yang lebih general yang berkonotasi pada sebuah amal kebajikan kepada orang lain. Zakat berasal dari kata “zaka” sebagai mana digunakan dalam al-Qur'an adalah suci dari dosa. Dalam literatur fiqih zakat bermakna suci, tumbuh, berkembang dan berkah. Pengertian zakat secara terminologis adalah bagian harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim mukallaf yang memenuhi persyaratan kepada pihak yang memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan dikenainya kewajiban zakat adalah nisab, haul dan kadar zakat. Sedangkan pihak penerima zakat adalah yang memenuhi salah satu kriteria dari delapan ashnaf (golongan) mustahiq (berhak) zakat sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an. Kata individu dalam kamus bahasa indonesia berarti orang seorang; perorangan; pribadi orang (terpisah dari yang lain); organisme yang hidupnya berdiri sendiri, secara fisiologi ia bersifat bebas (tidak mempunyai hubungan organik dengan sesamanya). Sedangkan kata kolektif mempunyai arti sejumlah orang; perkumpulan orang; secara bersama-sama. Jadi zakat individu dapat diberi pengertian sebagai zakat yang dibebankan kepada individu-individu perorangan, sedangkan zakat kolektif merupakan zakat yang dibebankan kepada individu-individu dalam sautu perkumpulan atau kelompok. B. Landasan hukum Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa zakat individu bagi setiap umat islam mukallaf yang mampu dan umat islam yang tidak termasuk dalam hal yang menjadi perselisihan hingga saat diwajibkan melaksanakan rukun islam yang ke-4, yaitu menunaikan zakat. Banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang zakat individu ini pada pembahasan-pembahasan terdahulu.        ••                 Artinya : “Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. Mengenai zakat kolektif pada saat ini hampir sebagian besar perusahaan dikelola tidak secara individual, melainkan secara bersama-sama dalam sebuah kelembagaan dan organisasi menejemen yang modern. Misalnya dalam bentuk PT, CV atau koperasi. Para ahli ekonomi menyatakan bahwa saat ini komoditas-komoditas tertentu yang sifatnya konvensional yang dilakukan dalam skala, wilayah dan level sempti. Bisnis yang dikelola perusahaan terlah merambah berbagai bidang kehidupan, dalam skala dan wilayah yang sangat luas, bahkan antarnegara dalam bentuk ekspor dan impor. Paling tidak menurut mereka perusahaan itu pada umumnya mencakup tiga hal yang besar. Pertama, perusahaan yang menghasilkan produk-produk tertentu. Jika dikaitkan dengan kewajiban zakat maka produk yang dihasilkan harus halal dan dimiliki oleh orang-orang yang beragama islam, atau kalau pemiliknya bermacam-macam agamanya, maka berdasarkan kepemilikan saham dari yang beragama islam. Sebagai contoh dapat dikemukakan, perusahaan yang memrporuksi sandang dan pangan, alat-alat kosmetik dan obat-obatan, berbagai macam kendaraan dan berbagai suku cadangnya, ala-alat rumah tangga, bahkan bangunan dan lain sebagainya. Kedua, perusahaan yang bergerak dibidang jasa, seperti perusahaan yang bergerak dibidang akutansi. Ketiga, perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, seperti lembaga keuangan, baik bank maupun non bank (asuransi, reksadana, money, dan yang lainnya). Adapun yang menjadi landasan hukum kewajiban zakat pada perusahaan adalah nash-nash yang bersifat umum, seperti termaktub dalam surat al-baqarah ayat 267 :                            •     Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. dan at-taubah ayat 103 :           •         Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. Dalam hal penarikan zakat ini terdapat dua pendapat. Pertama adalah yang mewajibkan zakat yaitu dengan dasar hasil ijtihad ulama masa kini. Dasar yang digunakan adalah Q.S. Al- Baqarah : 267 dan UU No. 38 th 1999 ttg penglolaan zakat. Sedangkan pendapat yang kedua adalah yang tidak mewajibkan zakat yakni menurut ulama’ masa lampau. Juga merujuk kepada sebuah hadits riwayat imam bukhari (hadits ke-1448 dan dikemukakan kembali dalam hadits ke-1450 dan 1451). Dari muhammad bin abdillah al-anshari dair bapaknya, ia berkata baha abu bakar ra telah menulis sebuah surat yang berisikan kewajiban yang diperintahkan oleh rasulullah saw, terjemahannya sebagai berikut : “Dan janganlah disatukan (dikumpulkan) harta yang mula-mula terpisah. Sebaiknya jangan pula dipisahkan harta yang pada mula-mulanya bersatu karena takut mengeluarkan zakat”. Dalam riwayat lain juga dituliskan hadits yang terjemahannya sebagai berikut : “Dan harta yang disatukan dari dua orang yang berkongsi, maka dikembalikan kepada keduanya secara sama”. Hadits tersebut pada awalnya berdasarkan asbab al-wurud-nya. Yaitu hanya berkaitan dengan perkongsian dalam hewan ternak, sebagaimana dikemukakan dalam berbagai kitab fiqh. Akan tetapi dengan dasar qiyas dipergunakan pula untuk berbagai syirkah dan perkongsian serta kerjasama usaha dalam berbagai bidang. Apalagi syirkah dan perkongsian itu kerupakan kegiatan usaha yang sangat dianjurkan oleh ajaran islam. Berdasarkan hadits-hadits tersebut, keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha menjadi badan hukum (recht person). Karena itu muktamar internasional pertama tentang zalat di kuwait (29 rajab 1404 H) menyatakan bahwa kewajiban zakat sangat terkait dengan perusahaan dengan catatan antara lain adanya kesepakatan sebelumnya antara para pemegan saham, agar terjadi kedidhaan dan keikhlasan ketika mengeluarkannya. Kesepakatan tersebut seyogyanya dituangkan dalam aturan perusahaan, sehingga sifatnya menjadi mengikat. Perusahaan menurut hasil muktamar tersebut termasuk ke dalam syirkah i’tibaran (badan hukum yang dianggap orang). Oleh karena itu antara individu itu kemudia timbul transaksi, meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak luar, dan juga menjalin kerjasama. Segala kewajiban dan hasil akhirnya un dinikmati secara bersama, termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah SWT dalam bentuk zakat. Tetapi di luar zakat perusahaan, tiap individu juga waijb mengeluarkan zakat, sesiau dengan penghaslian dan juga nishabnya. Dalam kaitannya dengan kewajiban zakat perusahaan ini, dalam undang-undang no. 38 tahun 1999, tentang pengelolaan zakat Bab IV pasal 11 ayat 2 bagian b dikemukakan bahwa diantara objek zakat yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perdagangan dan perusahaan. C. Nisab, Waktu, Kadar dan Cara Mengeluarkan Zakat Perusahaan Para ulama muktamar internasional pertama tentang zakat menganalogikan zakat perusahaan ini kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah perusahaan intinya berpijak pad trading atau perdagangan. Oleh karena itu secara umum pola pembayaran dan perhitungan zakat perusahaan adlah sama dengan zakat perdagangan. Demikian pula nisabnya adalah 85 gram emas. Sebuah perusahaan biasanya memiliki harta yang tidak akan terlepas dari tiga bentuk. Pertama harta dalam bentuk barang, bak yang berupa sarana dan prasarana, maupun yang merupakan komoditas perdagangan. Kedua, harta yang dalambentuk piutang. Ketiga, harta dalam bentuk uang tunai, yang biasanya disimpan di bank-bank. Maka yang dimaksud dengan harta perusahaan yang harus dizakati adalah ketiga bentuk harta terbut, dan dikurangi harta dalam bentuk sarana dan prasarana dan kewajiban mendesak lainnya seperti utang yang jatuh tempo atau yang harus dibayar saat itu juga. Abu ubaid dalam al-amwaal menyatakan bahwa “apabila anda telah sampai pada batas waktu membayar zakat (yaitu usaha anda telah berlangsung selama satu tahun, misalnya usahan dimulai pada bulan dzulhijjah 1421 H dan telah sampa pada dzulhijja 1422), perhatikanlah apa yang engkau miliki, baik berupa uang (kas) ataupun barang yang siap diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang dan hitunglah utang-utangmy atas apa yang telah engkau miliki”. Dari penjelasan diatas maka dapat diketahui bahwa pola perhitungan zakat perusahaan, didasarkan pada pola laporan keuangan dengan mengurangkan kewajiban atas aktiva lancar. Atau seluruh harta (diluar sarana dan prasarana) ditambah keuntungan, dikurangi pembayaran utang dan kewajiban lainnya, lalu dikeluarkan 2,5 % sebabai zakatnya. Namum ada pendapat lain menyatakan bahwa yang wajib dikeluarkan zakatnya itu hanyalah keuntungannya saja. Pendapat lain menyatakan bahwa jika perusahaan tersebut bergerak dalam bidang produksi maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan aturan zakat investasi atau pertanian. Dengan demikian zakat perusahaan dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 % untuk pengahasilan bersih. Terdapat sedikit catatan apabila dalam perusahaan tersebut ada penyertaan modal dari pegawai non muslim maka penghitungan zakat setelah dikurangi kepemilikan modal atau keuntungan dari pegawai non muslim. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari sedikit uraian diatas dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1. Dalam hal landasan zakat kolektif ini masih terdapat perbedaan pendapat antara ulama masa lampau dengan ulama masa kini. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan dasar yang digunakan masing-masing pihak. 2. Nisab mengeluarkan zakat apabila mengikuti pendapat ulama masa kini adalah 85 gram emas dan waktunya setahun. Seperti halnya zakat-zakat lainnya. 3. Cara mengeluarkannya zakat kolektif adalah dengan menarik dari pihak yang bersangkutan yang kemudian dikumpulkan. Dan setelah terkumpul dikeluarkanlah zakatnya atas nama kolektif (atas nama perusahaan). DAFTAR PUSTAKA Al-Qaradhawy, yusuf, Dr. Fiqhuz Zakah, II, Muassasah Ar-Risalah, Beirut, cetakan VIII, 1405H/ 1985M. Husnan, Ahmad. Zakat Menurut Sunnah dan Zakat Model Baru, Pustaka Al-Kautsar Jakarta, cetakan I, 1996. Sabiq, As-Sayyid. Fiqhus Sunnah, jilid I dan III, Darul Fikr, Beirut, cetakan IV, 1403H/ 1983M. Tunggal, Hadi Setia, SH (penghimpun), Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dilengkapi Undang-Undang Nomor 17/ 1999 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Harvarindo Jakarta, 2000.

Kamis, Mei 21, 2009

Pengertian Good Governance Dan Clean Government

0 komentar

Kata governance berasal dari kata to govern (yang berbeda maknanya dengan to command atau to order) yang artinya memerintah. Istilah Good Governance telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab (LAN). Sedangkan kata Government atau pemerintah dalam kamus oxford berasal dari kata govern yang artinya legally control and run a country, city , atc”. alam bahasa Inggris diartikan : "The authoritative direction and administration of the affairs or men/women in a natoon, state, city, etc". Pemerintah adalah pengarahan yang berkewenangan dan pengaturan atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota, dan sebagainya. Dapat diartikan juga sebagai lembaga atau badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara bagian, kota, dan sebagainya.

Secara konseptual pengertian good (baik) dalam istilah Good Governance (kepemerintahan yang baik), mengandung dua pemahaman :

1. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam mencapai tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial;

2. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efisien dan efektif dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan dimaksud

Dari pengetian diatas dapat ditarik makna lain bahwa good governance merupakan seni atau gaya moral pemerintahan yang baik, lebih memerlukan suatu butir-butir moral-legal dalam pelaksanaannya. Good governance menunjuk pada suatu penyelenggaraan negara yang bertanggung jawab serta efektif dan efisien dengan menjaga kesinergisan interaksi konstruktif diantara institusi negara/pemerintah (state), sektor swasta/dunia usaha (private sector) dan masyarakat (society). Dengan demikian, paradigma good governance menekankan arti penting kesejajaran hubungan antara domain negara, sektor swasta/dunia usaha dan masyarakat. Ketiganya berada pada posisi yang sederajat dan saling kontrol untuk menghindari penguasan atau eksploitasi oleh satu domain terhadap domain lainnya. Sedangkan clean government dapat diartikan sebagai pemerintahan yang bersih, yaitu bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme serta permaslahan-permasalahan yang lain terkait dengan pemerintahan.

Mendahulukan Clean adalah lebih baik daripada Good, dengan alasan, untuk menciptakan pemerintahan yang baik dalam diri birokrat harus ada komitmen bersih (clean) terlebih dahulu, apabila tidak maka percuma saja. Jadi syarat menjadi Good Governance adalah harus Clean Government terlebih dahulu. penulis adalah mahasiswa Jurusan Hukum Islam FIAI UII

Selasa, Mei 05, 2009

0 komentar
BAB I  MUQADDIMAH Alhamdulillah, segala pujian dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas berkat rahmat-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Tafsir Ahkam ini tepat pada waktu yang telah ditentukan, dalam makalah ini kami akan sedikit membahas tentang keadilan yang terkandung dalam hukum waris yang akhir-akhir ini sering diperdebatkan. Seterusnya kami haturkan terimakasih kepada Bapak Dosen yang telah mempercayakan tugas makalah ini kepada saya, serta permohonan maaf saya sampaikan sebelumnya atas ketidak sempurnaan makalah ini, baik dari segi penulisan atau isi, karena kami sadar dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan-kekurangan, dan mungkin banyak terdapat kesalahan-kesalahan baik yang kami sadari atau tidak, maka dari itu kami sangat mengharapkan bimbingan dan penilaian dari bapak dosen serta kritik dan sarannya. BAB II PEMBAHASAN
A. Tarjamah Ayat dan Kosa Kata Kunci قال الله تعالى :                               •                       •                       •                                                                            •                                       •                   •        “[11] Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian waris untuk) anak-anakmu. yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.[12] Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. [13] (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar. [14] Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”   Pada surat An-Nisaa’ ayat 11-14 di atas terkandung beberapa kosa kata yang memiliki peran penting dalam penerjemahan maksud dan tujuan ayat tersebut. Dengan kita bahas penjelasan dari kosa kata kunci tersebut, maka akan mempermudah dalam penafsiran ayat. Kosa kata itulah yang perlu kita cemati terjemahan juga maknanya.  Beberapa kosa kata penting itu antara lain : 1. يوصيكم berarti الوصية yaitu العهد(janji) atas suatu perkara 2. ﻓﺮﻴﻀﺔ berarti (ﻣﺎﻓﺮﻀﻪﺍﷲﻮﺃﻮﺠﺒﻪ, apa-apa yang telah Allah tetapkan dan wajibkan. 3. ﻛﻼﻟﺔ berarti (ﻣﻦﻻﻮﻠﺪﻠﻪﻮﻻﻮﺍﻠﺪ), orang yang tidak memiliki anak ataupun ayah, sebatang kara, tidak memiliki sanak keluarga. 4. ﺤﺩﻭﺩﺍﷲ yaitu hukum-hukum Allah,  B. Sabâbu An-Nuzûl Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah berkata : bahwa sesungguhnya seorang wanita (isteri Sa’ad bin ar-Rabi’) mendatangi Rasulullah SAW. bersama kedua anak perempuannya, kemudian ia bekata: ”Wahai Rasulullah, ini adalah kedua puteri Sa’ad bin ar-Rabi’, ayahnya terbunuh bersama anda pada perang uhud sebagai syahid dan sungguh paman mereka telah mengambil harta mereka berdua dan tidak meninggalkan kepada mereka berdua harta. Dan mereka berdua tidak akan dinahkan kecuali dengan harta.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda :”Allah telah menentukan pada masalah itu (harta warisan).” Maka turunlah ayat mawaris ini (an-nisaa’:11-14). Kemudian Rasulullah menyampaikan ayat tersebut kepada paman mereka sebagai perintah agar ia memberikan harta waris kepada kedua puteri Sa’ad sebanyak 2/3 bagian, dan ibu mereka 1/8 bagian, dan yang sisanya adalah miliknya.   Maka sesungguhnya turunnya ayat ini adalah sebagai jawaban atas perkara waris pada masa sebelum Islam, bahwasannya waris itu hanya untuk anak laki-laki, sedangkan wasiat untuk orang tua, maka ayat ini menghapus hokum waris jahiliyyah. Dikatakan pula oleh turunnya ayat ini dengan sebab anak-anak perempuan dari Abdurrahman bin Tsabit saudara dari Hassan bin Tsabit, dikatakan “ Sesungguhnya pada masa jahiliyyah mereka tidak memberikan waris kecuali dari hasil peperangan dan pembunuhan musuh, maka turunlah ayat ini sebagai penjelas bahwa bagi setiap ahli waris baik itu besar atau pun kecil memiliki hak dalam mawaris. C. Syarhu al-Ayât  Firman Allah pada ( ﻴﻭﺻﻴﻛﻡﺎﷲﻓﻰﺃﻭﻻﺪﻛﻢ ) adalah penegasan berlakunya syari’at pada hukum mawaris sebagai penjelas dari ayat sebelumnya (ayat 10). Penegasan yang dimaksudkan adalah perintah Allah untuk berlaku adil pada masalah mawaris. Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat mulia ini, ayat-ayat setelahnya, hingga akhir adalah ayat-ayat berkenaan dengan ilmu faraid (waris). Yaitu yang dijelaskan dengan 3 ayat sesudahnya. (Ust. Ucup) Berkata Imam Syafi’I ( ﻴﻭﺻﻴﻛﻡﺎﷲﻓﻰﺃﻭﻻﺪﻛﻢ ) pada hakikatnya untuk anak kandung saja, sedangkan untuk cucu dan seterusnya masuk melalui majaz. Jadi jika diwasiatkan kepada anak, maka juga kepada cucu dan seterusnya. Imam Ibnu al-Mundzir bahwasannya ( ﻴﻭﺻﻴﻛﻡﺎﷲﻓﻰﺃﻭﻻﺪﻛﻢ ) mengandung kewajiban bagi setiap yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu bagi segenap anak, juga kepada segenap kaum mukmin, serta kaum kafir.  Sedangkan penggunaan dari kata (ﻠﻠﺬ ﻜﺭ) sebelum ( ﺍﻷ ﻧﺛﻴﻳﻦ ) adalah sebagai bentuk penghormatan, dan bentuk tanggung jawab dari seorang laki-laki kepada perempuan. Ini bukan bentuk diskriminasi terhadap kaum wanita, tetapi bentuk tanggung jawab yang lebih besar antara laki-laki diatas perempuan. Hal ini dapat kita perhatikan juga, bahwa bagian seorang anak laki-laki ternyata ditentukan oleh bagian dari perempuan (disini bagian seorang laki-laki adalah bagian dua orang perempuan. Seperti dijelaskan pada:                ....   ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.....”   Hikmah lainnya adalah karena yang wajib memberikan nafkah itu adalah laki-laki, juga berusaha, berdagang, bekerja dan menanggung kepayahan. Maka untuk harta merekalah yang lebih membutuhkan. Adapun perempuan berada pada kuasa laki-laki. Dan juga wanita pada dasarnyahanay bertanggung jawab pada nafkah kepada dirinya sendiri, bukan kepada keluarga, berbeda dengan suami. Pada (ﺍﻠﺬ ﻜﺭ) kalimat ini memiliki makna tidak hanya laki-laki dewasa saja tetapi juga mulai dari bayi laki-laki hingga orang tua yang renta. Berbeda halnya jika menggunakan (ﺍﻠﺭﺠﺎﻞ), maka pengertian yang diambil adalah kembali ke pada pembagian waris dari hukum jahiliyyah, dimana yang berhak mendapat warisan adalah laki-laki dewasa saja.   Kalimat selanjutnya adalah ( ﻓﺈﻦ ﻛﺎﻦ ﻧﺴﺄ) hingga ( ﻓﺈﻦ ﻛﺎﻦ ﻠﻪ ﺇﺨﻭﺓ ﻓﻸﻣﻪ ﺍﻠﺴﺪﺲ) adalah pembagian harta yang telah cukup jelas sesuai dengan yang ditetapkan Allah SWT. Pembagian inilah yang hampir tidak ada perselisihan diantara ulama, karena penjelasan yang terperinci dalam ayat ini. Pembagian harta waris hendaklah dilakukan ketika semua kewajiban atas mayit telah diselesaikan. Sebagaimana terkandung dalam (ﻣﻦﺒﻌﺪﻭﺻﻴﺔ ﻴﻭﺻﻲ ﺒﻬﺎ ﺃﻭﺪﻴﻦ), sehingga dalam pembagian harta kelak sudah didapatkan bagian-bagian yang jelas, karena semua tanggungan berupa wasiat dan hutang telah dipenuhi. Kalimat ini diulang hingga hingga empat kali, mulai ayat 11 hingga ayat 12, menunjukkan betapa pentingnya melaksanakan wasiat dan membayarkan hutang-hutang dari si mayit agar terhindar dari mudharat. Tetapi pada akhir-akhir ini, yang sering muncul masalah pembagian harta waris diperselisihkan oleh orang-orang orientalis dan liberalis, sehingga memunculkan keragu-raguan tentang masalah keadilan pembagian warisan tersebut. Tetapi pembagian ini dalah bentuk keadilan yang Allah berikan, sesuai dengan (ﺀﺍﺒﺎﺆﻜﻢ ﻭﺃﺒﻨﺎﺆﻜﻢﻻ ﺘﺪﺮﻭﻦ ﺃﻴﻬﻢ ﺃﻘﺮﺐ ﻠﻛﻢ ﻨﻓﻌﺎ), menunjukkan bahwa keadilan itu mutlak milik Allah, karena pada dasarnya kita sendiri tidak tahu siapakah yang lebih banyak memberikan manfaat, lebih baik dan lebih berkasih sayang kepada kita. Yang tidak boleh kita lakukan adalah mengingkari keadilan dari pembagian tersebut, kenapa terjadi perbedaan antara bagian anak, ibu, ayah, dan lain-lain. Allah menjelaskan:  •                        •        ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”  Karena Allah lah Yang Maha mengetahui dan Maha Bijaksana (ﺇﻦﺍﷲ ﻜﺎﻦﻋﻠﻴﻤﺎﺤﻛﻴﻣﺎ), sudah barang tentu pembagian inilah yang telah mengandung keadilan dan kebijaksanaan Allah. Tetapi (ﻮﺇﻦ ﻜﺎﻦ ﺮﺠﻞ ﻴﻮﺮﺚ ﻜﻼﻠﺔ), yakni jika tidak memiliki anak atau ayah, atau sanak keluarga dekat, maka hartanya dapat diwariskan kepada kerabat jauhnya ataupun dapat diserahkan kepada baitul maal disebabkan tidak adanya keturunan aslinya. Semuanya ini adalah ketentuan dari Allah, hukum dari-Nya (ﺘﻠﻚ ﺤﺪﻮﺪﺍﷲ) yang telah disyariatkan kepada kita hamba-Nya agar menjalankan sesuai dengan ketetapan-Nya dan tidak mengingkari-Nya. Dengan jelas Allah menegaskan bahwa hukum waris ini adalah hokum yang harus dijalankan, sebagaimana perintah-perintah ibadah yang lain. Jika kita perhatikan dengan seksama, hukum waris islam telah banyak terpinggirkan, tergeser dengan hukum-hukum waris adat dan juga hukum konvensional. Tentu hal itu cukup memperihatinkan karena hukum waris Islam termasuk syari’at Islam, hukum yang ditetapkan secara langsung oleh Allah, termasuk yang diperintahkan Rasulullah untuk dipelajari dan diajarkan, karena ia termasuk nishfu ’ilmi, maka kenapa kita harus berpaling darinya? Apakah kita akan membiarkannya secepat mungkin dicabut oleh Allah dari dunia ini? Dalam hadits Rasulullah : (ﺍﻠﻌﻠﻢﺛﻼﺛﺔﻮﻤﺎﺴﻮﻯﺫﻠﻚﻓﻫﻮﻓﻀﻞﺁﻴﺔﻤﺤﻜﻤﺔﺃﻮﺴﻨﺔﻗﺌﻤﺔﺃﻮﻓﺮﻴﻀﺔﻋﺎﺪﻠﺔ) , dimana pada ketiganya terdapat hukum-hukum yang wajib diamalkan dan dijalankan oleh segenap umat Islam. Ketetapan itulah yang memang telah disyari’atkan. Padahal Allah telah memberikan janji dengan imbalan surga bagi yang mentaatinya(... ﺍﻠﻠﻪ ﻴﻄﻊ ﻮﻤﻦ), bahkan kekal di dalamnya. Dan semuanya itu adalah keuntungan yang begitu besar, sebaik-baik balasan dari Allah SWT. (ﻮﺫﻠﻚﺍﻠﻓﻮﺰﺍﻠﻌﻆﻴﻢ) Tetapi ketika kita ragu, takut, atau bahkan enggan untuk berhukum dengan hukum Allah (ﻮﻤﻦﻴﻌﺺﺍﻠﻠﻪ) (dalam masalah ini adalah hukum mawaris dan juga hukum-hukum yang lain) ataupun yang lewat Rasulullah SAW. ( ﻮﺮﺳﻮﻠﻪ ) serta melanggarnya ( ﻮﻴﺗﻌﺪﺤﺪﻮﺪﻩ ), maka neraka adalah ancaman baginya untuk selamanya. Tidak hanya dimasukkan neraka saja tetapi juga dengan segenap adzab atau siksa yang menghinakan (ﻣﻬﻴﻦ ﻮﻠﻪﻋﺫﺍﺐ). D. Pokok Kandungan Ayat Ayat-ayat ini mengandung penjelasan tentang hukum waris dalam Islam. Allah SWT telah menjelaskan secara terperinci perihal pembagian setiap ahli waris. Sebagaimana telah diwasiatkan Allah Ta’ala pada ayat mawaris pada surat An-Nisaa’ (4) :11-14 dengan lengkap dan sempurna. Allah telah menjelaskan batasan-batasan dari hak kerabat secara universal dengan menyebutkan hukum-hukum waris dengan pembagian-pembagiannya sebagai penjelasan dari yang umum tersebut. Maka Allah menjelaskan bagian dari anak laki-laki dengan bagian perempuan, kemudian menyebutkan bagian ayah dan bagian ibu, kemudian bagian para suami dan para isteri, dan bagian saudara dengan bagian saudari.   Juga dengan konsekuensinya, baik yang mentaati dan juga melanggarnya. Sebagai bentuk keadilan dan kebijaksanaan Allah Azza wa Jalla.  E. Hukum, Petunjuk Dan Pelajaran Ayat Pada dasarnya khitab dari ayat mawaris ini adalah umum pada kematian orang yang mewariskan harta, juga kepada para hakim dan pemimpin serta kepada segenap kaum muslimin. Adapun disebutkan kepada orang yang meninggal (ﺍﻠﻤﻮﺘﻲ) agar segenap ahli waris mengetahui hak-hak mereka terhadap harta yang diwariskan setelah meninggalnya dan agar tidak terjadi perselisihan diantara mereka.  Ilmu dan Hukum waris pada ayat ini adalah sebagai salah satu rukun dari rukun-rukun agama, salah satu pilar dari pilar-pilar hukum, dan juga ibu dari ibunya ayat (waris).sehingga penggunaan hukum ini adalah wajib bagi setiap orang muslim tanpa terkecuali. Sebagaimana telah Allah tegaskan, hukum-hukum syari’at itulah yang harus ditegakkan. Sehingga untuk mempelajarinya dan mengamalkannya adalah hal yang wajib juga, seperti pada hukum-hukum Allah yang lain. Demikian juga yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Arab dalam Al-Ahkam al-Qur’an. Pada saat sekarang ini, waris kembali menjadi masalah yang sangat peka dan signifikan untuk dibahas, karena tidak jarang timbul perselisihan karena hal ini. Bahkan banyak kasus pembunuhan diantara saudara kandung ataupun antar anggota keluarga yang dipicu oleh pertentangan dalam mempertahankan harta waris tanpa mengindahkan hukum syari’ yang mengaturnya.  Ilmu faraid ini telah digunakan oleh Nabi SAW, segenap sahabat dan juga para ulama’ terdahulu. Sehingga tanpa pengecualian hukum ini adalah hukum yang wajib digunakan. Dengan jaminan yang telah diberikan Allah, tettu seharusnya tidak pernah ada keraguan pada diri umat Islam tentang bentuk keadilan atas hukum mawaris. Keyakinan itulah yang seharusnya ada pada diri kita, bukan sebaliknya menggunakan hukum yang lain, hukum yang dibuat oleh manusia sendiri. Allah berfirman :                                 ”Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya Telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka Telah diperintah mengingkari thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”  Saat hukum Allah diselewengkan atau malah ditentang kebenarannya, maka sebenarnya pengaruh syeitan telah merasuki hati kita. Sebagaimana Allah jelaskan pada ayat di atas.  Padahal pembagian hak waris kepada ahli waris sesuai dengan ayat 11-12, mengindikasikan keadilan dimana yang menentukan adalah Dzat Yang Maha Adil, yakni Allah SWT. Sehingga saat kita mempertanyakan bentuk keadilan dari ketetapan Allah tersebut, maka berarti kita juga meragukan atas keadilan Allah. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : ” Pelajarilah ilmu faraid dan ajarkanlah kepada manusia, sesungguhnya ia (ilmu faraid) adalah setengah dari ilmu, dan ia juga adalah perkara yang dilupakan, serta ilmu yang dicabut pertama kali dari dunia dari umatku.”   Disebutkan sebagai setengahnya ilmu, karena begitu pentingnya ilmu ini. Apalagi ilmu faraid adalah hukum yang pertama kali dilupakan oleh manusia, dan juga ia adalah ilmu yang akan dicabut pertama kali dari umat Islam. Untuk menjaganya, tidak lain hanya dengan mempelajarinya, dan mengajarkannya kepada manusia. Setelah itu diamalkan, digunakan dalam praktek pembagian harta warisan. Wallahu a’lam bish-shawab. KESIMPULAN
Dari pemaparan dan penjelasan singkat tersebut, dapat kita ambil kesimpulan berkenaan dengan Tafsir Surat an-Nisaa’ (2) ayat 11 sampai 14, yaitu: 1. Hukum Waris adalah salah satu ketetapan, hukum dan syari’at dari Allah bagi segenap umat Islam yang penetapannya dilakukan langsung oleh Allah. 2. Pembagian hak waris dalam ayat tersebut telah dipaparkan secara jelas, bagi setiap ahli waris sesuai dengan bagian-bagiannya. 3. Jumhur ulama’, baik ahli tafsir maupun ulama’ fikih telah bersepakat dalam masalah hukum mawaris ini, sehingga sedikit sekali perbedaan pendapat. 4. Janji surga bagi yang mentaati dan neraka dengan adzabnya bagi yang ingkar. G. Kepustakaan Ibnu Araby, Abi Bakar Muhammad bin Abdullah. Al-Ahkam Al-Qur’an. Thn terbit tidak diketahui. Daar Al-Fikri : Beirut. Al-Qurthubi, Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Anshori. Al-Jami’ lil Ahkaam al-Qur’an. 2003. Daar al-Kitab al-Araby : Beirut.  Al-Qasimi, Muhammad Jamaluddin. Mahasin Al-Takwil juz 3. 1978. Daarul Fikri : Beirut. Asy-Syaukani, Muhammad bin Ali. Fathul Qadir. 1983. Daar Al-Fikri : Beirut. Al-Imam Abu Abdullah, Taisiirul Mawaarits. Daarul Wafa, Al-Mansurah. Tahun terbit tidak diketahui. Ali ash-Shabuni, Muhammad. Shafwat at-Tafasir. 1999. Daar al-Kutub al-Islamiyyah : Jakarta. 
(penulis adalah mahasiswa jurusan hukum islam FIAI UII

IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN ISLAM DI INDONESIA

0 komentar
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi rabbil alamin selalu penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi yang telah memberi islam, iman dan ihsan. Sehingga pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini.  Shalawat teriring salam senantiasa penulis haturkan keharibaan Nabi Muhammad Saw yang telah menggulung tikar-tikar kekafiran dan untuk penggantinya beliau telah menebarkan panji-panji islam di muka bumi ini.  Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapa Drs. H. Sularno selaku pengampu mata kuliah yang bersangkutan. Karena tanpa kepercayaan Bapak kepada penulis tentu tugas ini tidak akan Bapak berikan kepada saya.  Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan, kekurangan dan ketidaktepatan argumen. Penulis sadar masih banyak kekurangan disana-sini yang harus ditutupi dan diperbaiki. Semoga apa yang telah penulis lakukan diridhoi Allah Swt, dan semoga apa yang penulis sumbangkan dapat bermanfaat bagi penulis khususunya dan bagi pembaca khususnya.  BAB I PENDAHULUAN Salah satu hal yang tidak bisa dihindari oleh manusia yang hidup di muka bumi ini adalah kepemimpinan. Sebagainama sabda Nabi Muhammad Saw dalam salah satu haditsnya yang sangat populer, yaitu :  “Setiap dari kamu adalah pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” Pelajaran yang dapat diambil dari hadits tersebut adalah bahwa setiap diri manusia secara tidak tidak disadari telah menjadi seorang pemimpin, ialah pemimpin bagi dirinya sendiri. Seseorang yang baligh dan tidak hilang akalnya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat. Bagaimana ia memanfaatkan umur yang telah diberi, dipergunakan untuk apa segala kesempurnaan tubuh yang diberi, dan apakah telah sesuai dengan ajaran islam apa yang telah dilakukan serta bentuk pertanyaan-pertanyaan lain yang serupa dengan itu harus dipertanggungjawabkan.  Hal ini adalah sebuah konsekwensi yang harus diterima manusia sebagai makhluk yang mulia diantara makhluk-makhluk yang ada di dunia. ketika Nabi Adam ditanya oleh Allah Swt tentang kesanggupannya menjadi khalifah fil ardi, maka ia dengan cepat menyatakan dapat menyanggupinya.  Namun hal ini tidak berarti seseorang dapat seenaknya saja mengkambinghitamkan Nabi Adam sebagai Nabi pertama yang mau menerima amanat dimuka bumi ini. Ada faktor-faktor lain yang memang secara rasio seseorang dituntut untuk mempertanggungjawabkan kepmimpinannya. Diantara faktor-faktor yang ada adalah karena manusian dibekali oleh Allah Swt dengan akal. Organ inilah yang menjadikan manusia mendapat gelar makhluk yang sempurna. Akal yang merupakan pusat berfikir diharapkan dapat memilah dan memilih hal-hal yang dianggap baik atau dianggap buruk.  Kepemimpinan dalam islam merupakan kepemimpinan Allah Swt yang sifatnya mutlak. Dalam teknisnya kepemimpinan Allah Swt ini diwakilkan lewat para nabi dan orang mukmin. Hal ini karena secara logika tidak dapat diterima apabila Allah Swt yang langsung melaksanakan teknisnya karena kita tahu bahwa Allah Swt tidak terbatas dengan dimensi ruang dan waktu. Dalam dasawarsa terakhir ini banyak wacana yang mengangkat tentang kepemimpinan islam, terutama di Indonesia. Kepemimpinan islam di Indonesia yang mayoritas warga negaranya beragama islam nampaknya masih belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan ketentuan syari’at. Namun usaha untuk menuju kesana sudah dimulai sejak sebelum proklamasi kemerdekaan. Ini terlihat dari draf pancasila yang sekarang menjadi dasar negara Indonesia. Sila pertama yang awalnya mencantuman “dengan menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya” adalah bukti komitmen umat islam untuk terus menjunjung tinggi ajaran agama yang mulia ini.  Simbol atau nama kepemimpinan islam di Indonesia tidak dapat diterapkan dengan bentuk secara mentah-mentah. Artinya kepemimpinan islam di Indonesia akan tidak dapat teralisasi apabila menggunakan nama atau istilah dengan kepemimpinan islam. Terdapat sebuah kaidah yang mengatakan “al-ibrah fil islam bil jawhar wa la bil madzhar”. Artinya dasar yang menjadi patokan dalam perjuangan islam adalah substansinya dan bukan simbol formalitasnya.  Memang, pada dasarnya nama sangatlah mempengaruhi kredibilitas terhadap sesuatu yang menyandang nama tersebut. Namun permasalahannya sekarang adalah di Indonesia terdiri dari banyak agama yang masing-masing mempunyai ajaran. Apabila umat islam memaksakan berlakunya kepemimpinan islam dengan mencantumkan namanya, maka besar kemungkinan akan terjadi perang antaragama. Apabila terjadi demikian maka misi islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin bisa dikatakan gagal. Karena dengan menerapkan konsep kepemimpinan islam justru akan membuat perpecahan dalam suatu negara.  A. Pengertian Kepemimpinan Islam Dalam bahasa inggris kepemimpinan disebut dengan leadership, sedangkan dalam bahasa arab disebut dengan istilah khalifa, imamah, ziamah, atau imamah. Secara etimologi kepememimpinan berati daya memimpin atau kualitas seseorang pemimpin atau tindakan dalam memimipin itu sendiri. Secara terminologi terdapat beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli. Menurut david dan newstrom, kemeimpinan atau leadership adalah suatu kemampuna membujuk orang lain aga dapat mencapai tujuan-tujuan terntentu yang telah ditetepkan. Dengan kata lain kepemimpinan adalah upaya untuk mentransformasi potensi-potensi yang terpendam menjadi kenyataan.  Sementara itu menurut Hadi poerwono kemepimpinan adalah seseoranga dalam mengkoordinasikan dan menjalin hubungan antra sesama manusia, sehingga mendorong orang lain uuntuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan hasil yang maksimal. Definisi tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dikatakan oleh Fiedler, ytaitu kepemimpinan adalah tindakan membentuk hubungan kerja, memujui dan mengkritik anggota-anggota kelompok tersebut, serta menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan dan perasaan anggota-anggota yang dipimpinnya.  Berbeda dengan beberapa ahli diatas, Suhardi sigit mendefinisikan kepemimpinan sebagai hubungan dimana didalamnya orang yang dipimpin dan orang yang memimpin saling mempengaruhi agar mau bekerjasama berbagi tugas untuk mencapai keinginan si pemimpin. Sedangkan locke at all medefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju sasaran bersama. (locke at all, 91).  Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulakan bahwa pada intinya kepmimpinan adalah suatu kegiatan atau seni untuk mempengaruhi perilaku orang-orang yang dipimpin agar mau bekerja menuju kepada satu tujuan yang ditetapkan atau dinginkan bersama. Dengan kata lain kepemimpinan merupakan masalah sosial yang didalamnya terjadi interaksi antara pihak yang dipimpin dan yang memimpin untuk mencapai tujuan bersama, baik dengan jalan mempengaruhi atau membujuk.  Hadari nawawi juga mengungkapkan pengertian tentang kepemimipinan ini. Namun beliau mengartikannya dari sudut pandang islam. Menurut beliau kepemimpinan dalam perspektif islam terbagi dalam dua pengertian, yaitu secara spiritual dan secara empiris. Secara spiritual kepemimpinan hanyalah bersumber dari Allah Swt yang telah menjadikan manusia sebagai khalifah dimuka bumu dan bersifat mutlak, sehingga dimensi kontrol tidak hanya terbatas pada interaksi antara pemimpin dan yang dipimpin, tetapi dua belah pihak harus mempertanggungjawabkan amanah yang diemban sebagai khalifah di bumi secara komperhensif. Secara empiris kepemimpinan islam adalah kegiatan menuju, membimbing, memandu, menunjukkan jalan yang diridhoi Allah Swt. Kegiatan ini bermaksud menumbuhkembangkan kemampuan mengerjakan sendiri bagi orang-orang yang dipimpin dalam usahanya mencapai ridho Allah Swt di dunia dan di akhirat.  Dalam islam, masalah kepemimpinan sebenarnya tidak jauh berbeda dengnan model kepemimpinan uang selama ini dilakukan oleh umumnya organisasi. Artinya bahwa prinsip-prinsip dan sistem-sistem yang digunakan dalam kemepimpinan islam ada persamaan dengan kepemimpinan pada umumnya. Pernasalahannya sekarang adalah bagaimana suatu kepemimpinan dapat dikatakan islami atau tidak? Mengenai hal ini paling tidak terdapat dua paradigma yang ditulis oleh Drs. H. M. Zainuddin, Lc., M.A dan abdul sumtaqin, M.Ag dalam bukunya studi kepemimpinan islam (telaah normatif dan historis). Pertama, paradigma legal-formalistik, yaitu yang mendasarkan kepada aspek-aspek formal keislaman. Misalnya nama organisasi itu adalah organisasi islam, asas-asas yang digunakan juga asas islam atau bahkan para pengurusnya harus beragama islam. Maka bagi yang menggunakan paradigma ini  B. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Islam Sebagaimana agama yang sesuai dengan fitrah manusia, islam memnerikan prinsip-prinsip dasar dan tata nilai dalam rangka mengelola sebuah organisasi atai pemerintahan. Ada beberapa hal yang disyaratkan dalam al-qur’an dan sunnah mengenai beberapa prinsip pokok dan tata nilai berkaitan dengan kepemimpinan, kehidupan, bermasyarakat, berorganisasi, bernegara (baca: kehidupan politik), termasuk didalamnya dalam sistem pemerintahan yang nota-bennya merupaka kontrak sosial.  Berikut ini adalah prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang diajarkan dalam agama islam dalam hal yang berhubungan dengan kontrak sosial, yaitu : a. Prinsip tauhid prinsip tauhid merupakan salah satu dasar dalam sistem kepemimpinan (pemerintahan islam). Hal ini dapat dilihat dengan cara menyimak sejaran islam itu sendiri. Sebab perbedaan akidah yang fundamental dapat menjadi pemicu dan pemacu kekacauan suatu umat. Oleh karena itu, islam mengajak ke arah satu kesatuan akidah diatas atas dasar yang dapat diterima oleh berbagai umat, yakni tauhid. Hal ini dapat dilihat antara lain dalam surat An-Nisa’ ayat 48, Ali Imran ayat 64 dan Al-Ikhlas ayat 1 dan 4.  •                        Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An-Nisa’ : 48)  b. Prinsip syura (musyawarah)  secara etimologi, konsep “syura” merupakan bahasa serapan yang diambil dari bahasa arab. Arti dari “syura” tesebut adaalh mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembangn sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat dikeluarkan, termasuk pendapat. Sehingga musyawarah dapat berarti mengeluarkan atau mengajukan suatu pendapat. Musyawarah (syura) pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya. Dengan kata lain, keputusan musyawarah tidak dapat diterapkan untuk mengabsahkan perbuatan yang menindas pihak lain dan tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Meminjam bahasa al-qur’an, jangan sampai sura itu bertujuan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal yang jelas-jelas terdapat dalam nash al-qur’an dan sunnah.  Dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan berorganisas dan bermasyarakat, manusia paling tidak mengenal tiga cara , yaitu 1) keputusan yang ditetapka n oleh penguasa, 2) keputusan yang ditetapkan oleh pandangan minoritas, 3) keputusan yang ditetapkan berdasarkan pandangan mayoritas. Ketiga bentuk keputusan diatas biasanya menjadi ciri umum demokrasi, meskipun harus dicatat bahwa “demokrasi tidak identik dengan syura”. Prinsio musyawarah dalam islam jelas tidak sesuai dengan model keputusan yang pertama, sebab hal itu justru akan membuat syura menjadi “impoten” dan lumpuh. Demikian pula pada bentuk kedua, sebab hal ini akan menyisakan pertanyaan, apakah keistimewaan pendapat minoritas sehingga mengalahkan yang mayoritas? Walaupun syura dalam islam membenarkan keputusan pendapat mayoritas, tetapi pada dasarnya hal itu fidak bersifat mutlak. Demikian antara lain pendapat yang dikemukakan oleh Ahmad Kamal Abu al-majad dalam kitabnya “Hiwar La Muwajahah” sebagaimana dikutip oleh quraish Shihab. Sebab keputusan pendapat mayoritas tidak boleh menindas yang minoritas, melainkan tetap harus memberikan ruang gerak bagi mereka yang minoritas. Lebih dari itu, dalam islam suara mayoritas tidak boleh bertentangan dengan prinsip dasar syari’at.  c. Prinsip keadilan dalam memenej pemerintahan, keadilan menjadi suatu keniscayaan, sebab pemerintahan dibentuk antara lain agar tercipta suasana masyarakat yang adil dan makmur. Tidaklah berlebihan kiranya jika kemudian syikh al-Mawardi dalam Ahkan as-Sultabaniyyah-nya memasukkan syarat pertama bagi seorang imam atau pemimpin negara adalah mempunyai sifat adil. Bahkan sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa pemerintahan yang adil di bawah pemimpin yang kafir lebih baik dibanding pemimpin muslim tapi dhalim. Karena keadilam dalam memimpin merupakan syarat mutlak bagi terciptanya stabilitas sosial yang “sesungguhnya”, bukan stabilitas sosial yang “seolah-olah” karena adanya tekanan.  Dalam al-qur’an, konsep keadilan diungkapkan dengan kata al-adl, al-qisth, al-mizan. Keadilan menurut al-qur’an mengantarkan manusia kepada ketakwaan, dan ketakwaan akan mengantarkan kepada kesejahteraan.  Kata al-adl dalam al-qur’an dengan berbagai bentuknya terulang dua puluh kali. Paling tidak ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh para ulama mengenai keadilan.  Pertama, adil dalam arti sama; artinya tidak membeda-bedakan satu sama lain. Persamaan yang dimaksud disini adalah persamaan dalam hak. Misalnya dalam putusan hukum di pengadilan. Kedua, adil dalam arti seimbang; arti ini identik dengan kesesuaian (keproposionalan), bukan lawan dari kedhaliman. Dalam hal ini kesesuaian atau keseimbangan tidak mengharuskan persamaan dan kadar. Bisa saja satu bagian berukuran kecil atau besar sedangkan kecil dan besarnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya. Ketiga, adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya. Inilah yang kemudian sering dikenal dengan dalam islam dengan istilah “wadh’u asy-syai fi mahallihi”, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya. Keempat, adil yang dinisbatkan kepada Allah Swt. Adil disini memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi. Dalam hal ini Allah memiliki hak atas semua yang ada sedangkan semua yang ada pada hakikatnya tidak memiliki sesuatu disisi-Nya.   d. Prinsip kebebasan (al-hurriyah) kebebasan atau huriyyah dalam pandangan islam sangat dijunjung tinggi, termasuk kebebasan dalam menentukan pilihan agama sekalipun. Bahkan secara tersurat Allah Swt memberikan kebebasan (Q.S. al-kahfi : 19) apakah sseseorang itu mau beriman atau kafir terserah. Sebab merupakan hak setiap manusia yang diberikan Allah Swt, tidak ada pencabutan hak atas kebebasan kecuali yang di bawah dan setelah melalui proses hukum.  Namun demikian, kebebasan yang dituntut oleh islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan disini juga bukan berarti kebebasan tanpa batas, semaunya sendiri, melainkan kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan yang lain.   C. Dasar Konseptual Kepemimpinan Islam Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi keyakinan adanya satu Tuhan yang benar-benar menciptakan alam semesta beserta isinya ini. Hal tersebut berlaku juga pada kepemimpinan. Agama islam mengajarkan bahwa kepemimpinan yang sempurna dan mutlak hanyalah terdapat dalam kekuasaan Allah Swt. Artinya Allah Swt lah yang menguasai segala yang ada di dunia ini, baik yang hidup ataupun yang mati. Sedangkan dalam pengaplikasiannya kepemimpinan ini diserahkan kepada para rasul dan orang-orang mukmin.  Agama islam merupakan sumber kepemimpinan yang utama (dilihat dari pendekatan normatif). Pertanggungjawaban atas suatu kepemimpinan tidak hanya bersifat horizontal-formal sesama manusia saja, tetapi juga bersifat vertikal-moral, yakni tanggungjawab kepada Allah Swt di akhirat kelak. Seorang pemimpin boleh jadi telah dianggap lolos dari tanggungjawab formal di hadapan orang-orang yang dipimpinnya. Tetapi belum tentu ia dapat lolos ketika harus bertanggungjawab di hadapan Allah Swt. Kepemimpinan yang sebenarnya bukanlah suatu yang mesti menyenangkan, melainkan merupakan tanggungjawab sekaligus amanah yang amat berat dan harus diemban dengan sebaik-baiknya.  Bagi muslim terdapat larangan apabila yang dijadikan pemimpin diambil dari orang non muslim. Hal ini dimaksudka agar terhindar dari perbedaan keyakinan antara pemimpin dan masyarakat yang dipimpin. Selain itu perbedaab keyakinan akan menghambat jalannya proses kepemimpinan. Karena keyakinan akan mempengaruhi kinerja serta cara berpikir seseorang, terlebih jika ia menjadi seorang pemimpin. Salah satu diantara sekian inilah yang menjadikan umat islam tidak boleh mengambil pemimpin dari luar agamanya. Penulis merasa dekimian juga dengan agama-agama yang lain, seperti agama katolik, agama protestan, agama hindu dan agama budha.  Islam sangat menjunjung tinggi kepribadian seorang pemimpin yang bertanggungjawab. Seorang pemimpin yang menjadi icon suatu masyarakat atau bangsa harus bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Sehingga diharapkan nantinya jika seseorang menjadi pemimpin ia tidak sewenang-wenang terhadap masyarakat yang dipimpinnya. Banyak orang yang sering menyalah gunakan kedudukan ketika ia menjadi pemimpin. Pemimpin yang seharusnya mengayomi masyarakat yang dipimpinnya justru menjadi momok bagi masyarakat yang dipimpimnya. Rasa takut dan khawatir akan terjadinya suatu tindakan semena-mena terus menyelimuti benak mereka. Disinilah titik perlunya seseorang dituntut harus mempertanggungjawabkan atas kepemimpinan yang telah ia lakukan.  Pemimpin seyogyanya diambil dari internal kaumnya sendiri. Keuntungan yang diambil dari konsep ini diantaranya adalah pemimpin tersebut sedikit kemungkinan akan salah dalam menagani suatu masalah. Karena ia tahu betul kondisi masyarakat yang ia pimpin, karekteristik mereka satu sama lainnya dan alur kesepahaman yang telah terbentuk dalah pikiran pemimpin dan yang dipimpin. Allah Swt juga telah memperingatkan dalam al-qur’an surat Ali Imran ayat 118 bahwa :                           ••          Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.”  Selain beberapa hal diatas terdapat satu syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika ia menginginkan jabatan sebagai pemimpin, yaitu seorang pemimpin harus profesional. Keprofesoinalan seorang pemimpin akan mempengaruhi kemajua suatu organisasi. Pemimpin adalah seorang yang harus pandai dalam membaca situasi dan keadaan sekitar. Tidak hanya sampai disitu saja, pemimpin harus juga pandai dalam berdiplomasi. Inilah guna dari seorang pemimpin yang profesinal. Sehingga diharapkan suatu organisasi yang mempunyai seorang pemimpin profesional tidak akan mudah tertipu oleh oknum-oknum yang tidak suka dengan organisasi tersebut.  D. Dasar Konseptual Kememimpinan Di Indonesia Menurut Drs. H. Sularno, MM dalam materi yang pernah disampaikan di perkuliahan terdapat tiga konsep kepemimpinan Indonesia yang dikemukakan oleh ki hajar dewantoro, yaitu :  a. Hing Ngarsa Sung Tuladha (Seorang pemimpin harus dapat menempatkan diri di depan dan berperan sebagai contoh teladan). b. Hing Madya Mangun Karsa (Seorang pemimpin harus dapat menempatkan diri di tengah-tengah rakyatnya dengan menciptakan kehendak dan kreativitas bersama rakyatnya). c. Tut Wuri Handayani (Seorang pemimpin harus dapat menempatkan dirinya di belakang dan berperan sebagai pemberi motivasi dan pendorong bagi rakyatnya. Seorang pemimpin diharapkan dapat menempatkan posisinya dimana saja dan berperan sesuai dengan posisinya. Ketika ia berada di belakang barisan maka ia diharapkan dapat memberi dorongan dan motivasi terhadap masyarakat yang dipimpinnya. Ketika ia berada di tengah maka diharapkan ia bisa bekerjasama dengan masyarakatnya guna mencapai satu tujuan yang diinginkan bersama. Dan ketika ia berada di depan ia harus dapat menjadi contoh sebaik mungkin bagi masyarakatnya.  BAB II PEMBAHASAN A. Ideologi Pancasila Adalah Ideologi Islam Indonesia tidak bisa dipisahkan dari Islam. Islam telah melekat menjadi suatu hal yang mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan rakyat di Indonesia. Bahkan Pancasila sendiri merupakan suatu ideologi yang berusaha mempertemukan prinsip Islam dengan perjuangan persatuan Indonesia pada saat perumusannya. Terlepas dari perdebatan dalam banyak literatur sejarah tentang kapan masuknya Islam ke Indonesia, pada saat ini Islam telah menjadi agama yang berinteraksi dengan berbagai kebudayaan daerah. Sejarah Wali Songo yang mendakwahkan Islam di tanah Jawa dan sekitarnya semakin memperjelas bahwa Islam dan kepemimpinannya mampu berakulturasi dengan berbagai budaya secara santun. Proses akulturasi antara Islam sebagai agama yang meliputi seluruh aspek kehidupan dengan budaya di Indonesia saat awal kedatangannya membuat Islam menjadi agama yang mampu diterima dengan mudah di Indonesia. Bahkan saat ini Indonesia masih bertahan sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.  Dalam mewujudkan kepemimpinan Islam di Indonesia dengan terang-terang menyebutkan “negara Indonesia adalah berkepemimpinan islam” tentu akan sangat sulit dilakukan. Terlebih jika harus merubah ideologi Pancasila yang ada pada saat ini dengan Ideologi Islam secara cepat dan memaksa. Lebih baik yang dilakukan umat islam di Indonesia adalah dengan menerapkan substansinya saja tanpa harus mengubah nama kepemimpinan itu sendiri sebagaimana yang telah penulis jelaskan dalam pendahuluan.  Indonesia merupakan negara yang berdaulat sehingga jika ingin melakukan hal tersebut harus dilakuakan kudeta/perlawanan terhadap negara seperti yang dilakukan oleh teman-teman dari Negara Islam Indonesia beberapa dekade yang lalu. Kudeta ini akan mengakibatkan penderitaan bagi rakyat dan kerugian bagi semua pihak tentunya. Akan tetapi, kesulitan itu bukanlah sebuah alasan agar kepemimpinan islam tidak ditegakkan, penegakan kepemimpinan islam dapat dimualai secara bertahap dan berkesinambungan. Serta perwujudan kepemimpinan islam di Indonesia tidak harus dalam bentuk sebuah negara, sehingga mengakibatkan konfrontasi dengan negara yang sudah ada. Bentuk kepemimpinan islam bisa saja diwujudkan dengan bentuk masyarakat yang mengamalakan dan mematuhi hukum-hukum dan aturan islam secara menyeluruh.  Kepemimpinan islam dengan wujud masyarakatnya yang Islami akan lebih mungkin untuk dikembangkan di Indonesia dan mudah untuk ditiru di negara-negara lainnya. Karena tidak akan ada konfrontasi dengan pihak institusi pemerintahan dan hal ini pun dilindungi oleh hak asasi manusia yang menjamin kebebasan beragama. Bentuk kepemimpinan seperti ini harus diawali oleh bagian terkecil dari sebuah masyarakat, yaitu manusia itu sendiri secara pribadi. Jika sudah tercipta individu-individu yang memiliki kepemimpinan islam maka dengan suatu ikatan perkawinan antar individu tersebut (laki-laki dan perempuan) maka akan tercipta keluarga yang berkepemimpinan islam, dan selanjutnya akan tercipta masyarakat yang islami, dan pada tingkatan yang lebih tinggi lagi akan lahir sebuah negara yang masyarakatnya memegang teguh kepemimpinan islam.  Itulah kepemimpinan islam, dibangun dengan cara-cara yang ma’ruf (benar) dan dapat menjadi rahmat bagi semesta alam. Memang untuk mewujudkan hal itu tidaklah mudah, penuh rintangan dan tantangan.   B. Konsep Kepemimpinan Islam di Indonesia  Melihat dari konsep kepemimpinan islam dan konsep kepemimpinan Indonesia yang telah penulis sedikit jabarkan dalam pendahuluan terdapat persamaan jika dilihat secara luas. Dalam kepemimpinan islam konsep dasarnya dijabarkan secara lebih detail dan menyebutkan kata “islam”. Sedangkan dalam kepemimpinan Indonesia konsep yang dibangun atau diusung disebutkan secara menyeluruh (lebih umum) dan tidak menyebutkan kata islam didalamnya. Walaupun sesungguhnya substansi yang ada didalamnya diambil dari substansi yang ada dalam islam. Hal ini dipengaruhi juga oleh keyakinan yang dianut oleh ki hajar selaku pencetus konsep tersebut.  Penulis merasa hal ini lebih adil jika diterapkan di Indonesia. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin tidak harus selalu mencantumkan lebel islam dalam setiap sendi kehidupan masyarakat. Memang secara kuantitas penganut agama islam di Indonesia jauh lebih banyak dari dari penganut agama-agama yang lain. Namun bukan berarti sebagai mayoritas kemudian seenaknya saja mau merubah ideologi yang telah dicetuskan oleh para pejuang yang berusaha mempertahankan kedaulatan idnonesia. Di lain sisi apabila gagasan kepemimpinan islam begitu saja di terapkan di Indonesia maka akan banyak penolakan disan-sini. Hal tersebut disasumsikan merupakan tindakan diskriminasi terhadap suatu masyarakat, mengingat negara Indonesia tidak hanya terdiri dari agama islam saja. Dalam islam sendiri perbuatan diskriminasi tidak diperkenankan untuk dilakukan.  Hal ini akan lebih mengena kepada visi dan misi islam sebagai agama rahmatan lil alamin sebagaimana yang telah penulis sebutkan diatas. Rahmatan lil alamin tidak harus menggunakan kepemimpinan islam. apalah artinya jika dengan diberlakukannya kepemimpinan islam akan menimbulkan banyak pemberontakan.  Islam dan Indonesia memiliki sebuah kaidah moderat dalam mengkombinasikan adanya fenomena kultur individual dan kultur kolektif. Sehingga yang dibangun tidak hanya pemimpin secara individual, tetapi mampu melingkupi kepemimpinan kolektif yang merupakan creative minority bagi revolusi putih perubahan Indonesia bahkan dunia. Terlepas dari bentuk kepemimpinan Islam seperti apa yang dibangun, kepemimpinan Islam yang dibangun di Indonesia memiliki tanggung jawab membumikan Islam yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Sehingga sejarah kepemimpinan Islam pada jaman Rasulullah SAW dan sahabatnya yang mampu membuat penduduk non-muslim nyaman dinaungi kepemimpinan Islam akan berulang dalam konteks kekinian, dimulai dari Indonesia.  C. Kepemimpinan Indonesia Memakai Prinsip Islam  Dalam literatur sejarah, memang Indonesia tidak pernah tercatat melahirkan pemimpin Islam yang terdengar ke seluruh dunia. Sejarah sering mencatat kelahiran para pemimpin Islam dari Timur Tengah. Misalnya saja Imam Khomeini yang berhasil mengadakan Revolusi Iran, dan penerusnya Ahmadinejad yang dengan kepribadian yang kuat berhasil mendapatkan banyak penghormatan dari dunia Internasional, selain kecaman yang juga dirasakannya. Namun jika kita mengkajinya lebih dalam. kepemimpinan mereka dibentuk dari sebuah kultur yang homogen, sehingga dalam tataran dunia, Imam Khomeini maupun Ahmadinejad belum mampu untuk mencari titik temu diantara negara-negara Islam apalagi dengan negara-negara non-muslim. Kenihilan sejarah tentang tidak penah terlahirnya pemimpin Islam yang mendunia dari Indonesia tidak menjadi argumen yang kuat bagi lahirnya pemimpin Islam dari Indonesia masa depan. Dengan realitas keberagaman yang mendidik pemimpin menjadi adil serta kondisi perpolitikan Indonesia yang bebas untuk menjadi tempat berinteraksi berbagai ideologi, prediksi mengenai kepemimpinan Islam yang berasal dari Indonesia menjadi semakin meyakinkan. Bahkan ulama besar tingkat dunia, DR. Yusuf Qordowi, dari jauh-jauh hari telah memberikan hipotesisnya bahwa kebangkitan Islam sebagai rahmat bagi semeta alam akan lahir dari Indonesia. Jika kita mengkaji lebih dalam mengenai prinsip kepemimpinan Indonesia, akan ada banyak prinsip yang terdapat korelasinya dengan prinsip dalam kepemimpinan islam. sebagaimana yang penulis sedikit jabarkan dalam pendahuluan mengenai prinsip kepemimpinan islam, ternyata dalam kepemimpinan Indonesia pun prinsip tersebut digunakan. Prinsip ketauhidan yang diajarkan oleh agama islam telah diterapkan dalam dasar negara Indonesia butir pertama. Sesungguhnya jika dipahami secara lebih mendalam dan seksama disertai dengan kejujuran dari setiap individu masyarakat Indonesia, maka seharusnya tidak ada agama kecuali islam yang boleh ada di Indonesia. Karena butir pertama pancasila menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah berketuhanan yang Maha Esa, dan bukan berdasar kepada dua atau tiga Tuhan.  Dalam kesepakatan untuk mencapai mufakat atau biasa disebut musyawarah. Hal ini juga sudah tertuang dalam pancasila butir keempat. Nilai yang terdapat didalamnya adalah bahwa hakikat negara adalah penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan yang Mana Esa yang bersatu dengan tujuan mewujudkan hakrat dan martabat dalam suatu wilayah negara. Sehingga dalam sila ini telah terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam kehidupan negara.   Sila kedua pancasila juga merupakan cerminan dari prinsip kepemimpinan islam, yaitu kebebasan. Kalimat “kemanusiaan yang adil dan beradab” yang mengisi sila kedua ini mengandung banyak nilai, diantaranya (1) adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggungjawab baik terhadap masyarakat bangsa secara moral terhadap Tuhan yang Maha Esa (2) menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (3) menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama (4) menagkui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, karena perbedaan adalah suatu bawaan kodrat manusia (5) mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setian individu (6) mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan yang beradab (7) menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang beradab (8) mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama.  Dalam al-qur’an prinsip kebebasan termaktub dalam suara al-kahfi ayat 19, yaitu :              •                         •      Artinya : “Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.”  Prinsip keadilan, yang sekarang terefleksi dalam sila kelima pancasila, termasuk juga prinsip kepemimpinan islam. nilai yang terkandung didalamnya merupakan tujuan negara sebagai tujuan hidup bersama. Keadilan tersebut disadari dan dijiwai oleh keadilan hakikat keadilan manusia, yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia yang lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhan.   Secara garis besar kepemimpinan islam di Indonesia dapat terlaksana sesuai tuntunan ajaran agama islam, walaupun penerapannya dilakukan secara berbeda dan bertahap. Kepemimpinan islam di Indonesia sebagaian besar sudah terwakili, seperti presiden Republik Indonesia yang sejak dari kemerdekaan Indonesia hingga sekarang selalu dapat dipegang oleh masyarakat islam. Para menteri yang diangkat sebagai pembantu presiden juga sebagaian besar dipegang oleh pejabat yang beragama islam. ini membuktikan secara de facto kepemimpinan islam di Indonesia dapat disebut sebagai kepemimpinan islam, walaupun secara de jure hal ini tidak dapat dikatakan sebagai kepemimpinan islam.  BAB III PENUTUP Dari beberapa uraian sub bab diatas, penulis dapat sedikit menyimpulkan sebagai berikut, bahwa :  1. Kepemimpinan islam di Indonesia tidak dapat diterapkan jika menggunakan kata “islam” dalam kepemimpinan Indonesia.  2. Pada dasarnya kepemimpinan Indonesia sudah memakai prinsip-prinsip ajaran agama islam.  3. Konsep kepemimpinan islam di Indonesia tertuang dalam tiga butir pemikiran yang disampaikan oleh ki hajar dewantoro.  4. Kepemimpinan islam di Indonesia sejak dari dari pertama berdirinya negara ini dapat dikatakan sudah menerapkan substansi kepemimpinan islam, walaupun secara de jure hal tersebut belum dapat dikatakan demikian.  DAFTAR PUSTAKA al-mawardi, Abul hasan ali bin muhammad bin habib bin al-bashir.  Haekal, Muhammad Husein. Tth. Al-Hukumatul Islamiyah. Darul Ma’arif: Kairo. Kaelan, DR. M.S. 2004. Pendidikan Pancasila. Paradigma: Yogyakarta. Sularno, Drs. H. M.Ag. 2008. Materi studi kepemimpinan islam.  Suhilman, Ardhesa Fikriana. 20 Agustus 2008. www.google.com. Seaech “Sebuah Jalan Menuju Kepemimpinan Islam”.  Shihab, M. Quraish. 1999. Wawasan Al-qur’an; Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat. Mizan: Bandung. www.google.com. Seaech “Kepemimpinan Islam di Indonesia”. 1 Juni 2008. Zainuddin, Muhadi, Drs. H., Lc., M.A dan abdul mustaqim, M.Ag. Studi Kepemimpinan Islam (Telaah Normatif Dan Historis). Al-muhsin Press: Yogyakarta. ------------- Al-qur’an karim dan terjemahan artinya. 2007. UII Press: Yogyakarta. (penulis adalah mahasiswa jurusan hukum islam FIAI UII) 
 
footer