Minggu, Januari 17, 2010

Analisis Kasus Perampokan Toko Emas di Yogyakarta

Perampokan adalah suatu tindakan yang menyimpang. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M. Z. Lawang penyimpangan perilaku adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sitem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
Dalam Pasal 362 KUHP dikatakan “pengambilan suatu barang, yang seluruh atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian”. Dengan demikian perampokan juga dapat dikatakan sebagai pencurian atas suatu barang.
Perampokan memang sangat berbeda dengan pencurian. Namun substansi yang ada dalam perampokan sama dengan pencurian. Letak perbedaan keduanya pada teknis dilapangan, perampokan adalah tindakan pencurian yang berlangsung saat diketahui sang korban, sedangkan pencurian identik dilakukan saat tidak diketahui korban.

Kasus Perampokan Toko Emas di Yogyakarta
Kasus perampokan sadis dengan korban distributor emas, Wely Chandra (37), di Jalan Kranggan Timur No 12 Semarang akhirnya terbongkar. Unit gabungan Resmob Polda Jateng dan Resmob Polwiltabes Semarang berhasil membekuk dua orang pelakunya, dalam sebuah penggerebekan di dua tempat terpisah di Semarang, Senin (23/6) kemarin.
Hingga Selasa (24/6) pagi tadi, dua tersangka yakni Ng (42) dan Sa (32) masih dikeler petugas guna mencari pelaku lainnya yang diperkirakan berjumlah enam orang.
Sedangkan barang bukti yang diamankan di antaranya perhiasaan emas. Barang bukti tersebut disita petugas dalam sebuah penggeledahan di salah satu toko emas di daerah Peterongan Semarang.
Seperti diketahui, aksi para perampok tersebut tergolong sadis. Mereka tak hanya menggasak emas seberat satu kuintal (100 kg) senilai Rp 25 miliar, tetapi juga menghabisi tiga nyawa. Yakni Wely Chandra dan istrinya, serta seorang pembantunya. Dua korban bahkan dibuang bersama mobilnya (Kijang Innova) di kawasan kampus Unnes atau sekitar 7 km dari lokasi perampokan.
Menurut informasi, kedua tersangka yang ditangkap tersebut merupakan perencana aksi perampokan, sementara eksekutornya tengah diburu polisi. Dua pelaku ini diketahui telah berulang kali lolos dari penyergapan polisi. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menghindari pelacakan polisi. Hingga akhirnya dibekuk saat kembali ke rumahnya.
Dari data yang diperoleh Wawasan, komplotan ini merupakan perampok spesialis toko emas yang telah beraksi di berbagai tempat. Mereka diketahui terlibat dalam perampokan toko emas di Solo dan Bandung.
Penangkapan dua perampok ini berdasarkan temuan handphone (hp) milik salah seorang pelaku yang sempat tertinggal di lokalisasi Sunan Kuning (SK) Semarang, beberapa waktu lalu. Hp tersebut sempat diamankan tim Densus 88 Mabes Polri, lantaran ada dugaan para pelaku merupakan jaringan teroris.
Semalam hingga pagi tadi, aparat gabungan Polwiltabes Semarang dan Polda Jateng juga terus memburu satu pelaku yang diduga kuat masih berada di Semarang. Berbekal keterangan yang diperoleh, pihak kepolisian menyisir berbagai tempat di kota Semarang.
Selain itu, polisi juga tengah mencari barang bukti batangan emas hasil rampokan tersebut. Ada dugaan kuat, motif dari kasus ini selain perampok juga ada unsur dendam bisnis. Ini mengingat dalam penyidikan, diketahui salah seorang yang ditangkap petugas adalah pebisnis emas yang cukup terkenal di Semarang, yaitu Ng.
Guna pengungkapan kasus ini, petugas Resmob juga berkoordinasi dengan pihak Telkom. Ini menyusul pelacakan keberadaan hp milik korban yang hingga pengungkapan kasus ini masih aktif dan dibawa oleh salah seorang wanita panggilan di daerah Kali-banteng.
Direktur Reserse dan kriminal Polda Jateng, Kombes Pol Made Parsana saat dihubungi Wawasan pagi tadi mengakui kalau kasus perampokan sadis di Jalan Kranggan terbongkar. ’’Saya belum tahu jumlah pelaku yang tertangkap. Anggota belum melaporkan jumlah pelaku yang ditangkap pada saya,’’ jelasnya.
Saat disinggung pelaku lainnya, Dirreskrim mengatakan, pelaku lainnya identitasnya sudah diketahui. ’’Anggota sedang melakukan perburuan,’’ katanya singkat. mun/lek/Ks-Ct.

Mencoba Untuk Menerapkan Teori (Penulis)
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan produk Hindia Belanda. Melalui statblaat nomor 55 tahun 1866 pmerintah Hindai Belanda mulai memperkenalkan bentuk dan system hukum pidana kodifikasi kepada bangsa Indonesia, yakni wetboek van strafrecht voor europeanen (WvSE) yang berlaku bagi golongan eropa di Indonesia. Sedangkan untuk golongan penduduk timur asing dan pribumi berlaku hukum adat mereka masing-masing. Pada tahun selanjutnya pemerintah Hindia Belanda membuat lagi undang-undang hukum pidana baru untuk penduduk golongan timur asing dan pribumi. UU tersebut dikenal dengan nama WvSI (Wesboek van Strafrecht voor Inlanders en daarmade gelijkgestelden), yang dikeluarkan melalui statblaat nomor 85 tahun 18752.
Sejak ditetepkannya UU hukum pidana untuk golongan timur asing dan pribumi, maka kondisi dualisme hukum pidana terus terjadi dan baru berakhir tahun 1915. Pemerintah Hindia Belanda akhirnya mengeluarkan statblaat nomor 732 tahun 1915 tentang berlakunya satu hukum pidana untuk seluruh golongan penduduk di Indonesia. Keputusan tersebut dikenal dengan koninlijk belsuit van strafrecht voor Nederlands indie yang nama asli dari kitab hukum pidana tersebut adalah Wetboek van Starafrecht voor Nederlands Indie (WvNI). Keputusan ini berlaku efektif baru pada tahun 1918 sampai dengan Indonesia merdeka. Pasca kemerdekaan berlakunya hukum pidana ini berdasarkan pasa 11 aturan peralihan UUD 1945 jo nomor 1 tahun 1946 jo UU nomor 73 tahun 1958.
Dengan demikian jelaslah bahwa berlakunya KUHP ini secara legal formal telah memenuhi syarat sahnya suatu aturan diberlakukan di suatu negara.
Diketahui bahwa pelaku perampokan diatas terdiri dari dua tersangka yakni Ng (42) dan Sa (32) masih dikejer petugas guna mencari pelaku lainnya yang diperkirakan berjumlah enam orang. Kasus diatas merupakan jenis kejahatan (rechtdelicten), yaitu perampasan dan pembunuhan, karena selain menggasak emas seberat satu kuintal (100 kg) senilai Rp 25 miliar, sekomplotan panjahat tersebut pun melakukan pembunuhan sadis dengan menghabisi tiga nyawa, yakni Wely Chandra dan istrinya, serta seorang pembantunya. Dua korban bahkan dibuang bersama mobilnya (Kijang Innova) di kawasan kampus Unnes atau sekitar 7 km dari lokasi perampokan. Kedua kejahatan tersebut termasuk kedalam delik dolus yang memang dilakukan atas dasar kesadaran dan kesengajaan. Sengaja merampas harta orang lain yang seluruh atau sebagian milik orang tersebut dengan cara melawan hukum dan dengan sengaja menyebabkan matinya orang lain.
Sesuai dengan asas legalitas kasus ini jelas melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam KUHP, tepatnya tentang pencurian pasal 362: “Barangsiapa mengambil sesuatu, yang seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah” Dari sisi sifat melawan hukumnya tercantum secara eksplisit dalam bunyi pasal yang bersangkutan.
Atas kasus diatas pengadilan yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Negeri Yogyakarta karena kasus perampokan tersebut dilakukan di Yogyakarta. Artinya terhadap para pelaku perampokan berlaku KUHP yang ada di Indonesia saat ini.
Melihat kasus perampokan ini terjadi pada tahun 2009, maka jelas bahwa tindak pidana perampokan telah dilarang. Sehingga para pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana ini diancam dengan suatu nestapa atau pidana.
Dari sifat melawan hukumnya perbuatan yang dilakukan pelaku, terlihat bahwa para pelaku perampokan pada saat melakukan aksinya yang sangat sadis itu telah mampu bertanggung jawab. Dilihat dari sisi umur, para pelaku telah berumur 16 tahun lebih, yang artinya KUHP berlaku atas para pelaku secara utuh dah sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalamnya. Jarak antara perbuatan yang dilakukan dengan para pelaku tertangkan di semarang belum mencapai 30 tahun, sehingga perbuatan yang dilakukan belum dianggap sebagai perbuatan yang daluarsa. Perbuatan yang dilakukan para pelaku dari kasus diatas terbukti bahwa perbuatan tersebut tertangkap tangan. Artinya perbuatan tersebut jelas diketahui oleh orang lain, mengingat aksi yang dilakukan diketahui oleh pemilik toko. Dalam keadaan seperti itu mereka masih saja mengambil dan membawa 100 gram emas yang ada di toko dengan maksud untuk dimiliki. Perbuatan ini jelas melanggar ketentuan yang terdapat dalam KUHP. Kesalahan yang diperbuat merupakan kesalahan yang disengaja, yaitu kesalahan yang dengan sengaja, dalam keadaan sadar, diketahui bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut dilarang hukum.
Pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukan pelaku dilihat dari kemampuannya terlebih dahulu. Sesuai dengan fakta diatas maka kedua pelaku dianggap sudah mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Para pelaku jelas mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan yang mereka lakukan telah melanggar hukum. Hal ini terlihat setelah mereka berhasil mengambil emas 100 gram, mereka melarikan diri dari pemilik toko. Hal ini mereka lakukan karena mereka takut dan sadar jika tertangkap akan diadili massa atau oleh pihak yang berwajib (polisi). Selain itu mereka mengetahui bahwa perbuatan mereka telah melanggar nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Hukum pidana Indonesia dalam hal pertanggungan jawab menganut system fiktif, artinya menurut hukum Indonesia, setiap pelaku perbuatan pidana pada dasarnya selalu dianggap sebagai orang yang mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Pengecialian dari system fiktif tersebut terdapat pada pasal 44 KUHP, dengan kata lain dianggap tidak mampu bertanggung jawab, yaitu apabila : 1) Jiwa pelaku mengalami cacat mental sejak pertumbuhannya, 2) Jiwa pelaku mengalami gangguan kenormalan yang disebabkan oleh penyakit, sehingga akalnya kurang berfungsi membedakan yang baik dan yang buruk, seperti orang gila atau epilepsy.
Jika melihat kasus diatas lagi, para pelaku tidak termasuk dalam pengecualian yang dimaksud dalam pasal 44 KUHP diatas. Para pelaku tidak mengalami gangguan psikis, tidak mengalami cacat mental sejak pertubuhannya dan juga tidak mengalami gangguan jiwa seperti gila, epilepsy dan lain sebagainya.
Unsur kesalahan yang ada dalam perbuatan pelaku dalam kasus diatas jelas mencakup tiga unsur yang ada dalam landasan teori, yaitu pertanggungjawaban, adanya hubungan batin perbuatan dengan pelaku perbuatan dan tidak adanya alasan penghapusan pidana. Perbuatan yang dilakukan telah dianggap merugikan orang lain, sehingga patut untuk dipidana karena perbuatan merugikan orang lain tersebut. Salah satu teori pemidanaan yang dikanal adalah teori pembalasan yaitu kejahatan itu menimbulkan ketidakadilan, maka harus dibalas denga ketidakadilan pula (Immanuel Kant).
Ancaman pidana dalam kasus ini, pelaku dapat dijerat dengan pasal 365 tengang pencurian yang juga mengakibatkan kematian dari pihak korban. Bisa saja pada awalnya para perampok tidak berniat membunuh ketiga orang yang terdiri dari dua orang pemilik emas dan pembantunya tersebut, namun karena dianggap menghambat aksi mereka maka dibunuhlah ketiga orang tersebut. Kasus perampokan diatas dapat dikenai hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Pasal 365 :
Ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudan pencurian atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
Ayat (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :
1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan;
2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, periniah palsu atau pakaian jabatan palsu.
4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
Ayat (3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tuhun.
Ayat (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakihntkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.

Kasus diatas bukan merupakan kasus perampokan murni karena terdapat juga tindak pidana pembunuhan, sehingga sanksi pidana yang dijatuhkan dapat berupa sanksi maksimal. Perampokan tersebut telah memenuhi unsur dalam pasal 365 KUHP sebagaimana termaktub diatas. Ayat (1) pasal 365 KHUP telah jelas dilanggar, ayat (2) poin 2, dan ayat (3) yang menyebabkan kematian. Sedangkan untuk ayat (4) yang disertai oleh salah satu atau keduanya dalam pion 1 dan 3 ayat (2) tidak terpenuhi.
Hukuman yang dapat dijatuhkan kepada para pelaku menurut penulis dapat berupa pidana penjara maksimal, yaitu 15 tahun.

0 komentar:

Posting Komentar

 
footer