Senin, Januari 18, 2010

Zakat Profesi Dapat Diqiyaskan Dengan Zakat Apa?

“Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khottob radiallahuanhuma dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan." (Riwayat Turmuzi dan Muslim)[1]
 Zakat merupakan refleksi tekad untuk mensucikan masyarakat dari penyakit kemiskinan, harta benda orang kaya, dan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran islam yang terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap orang tanpa membedakan suku, ras, dan kelompok. Zakat merupakan komitmen seorang muslim dalam bidang sosio-ekonomi yang tidak terhindarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi semua orang, tanpa harus meletakkan beban pada kas negara semata, seperti yang dilakukan oleh sistem sosialisme dan negara kesejahteraan modern.
Pemberdayaan ekonomi Ummat Islam melalui pelaksanaan ibadah zakat masih banyak menemui hambatan yang bersumber terutama dari kalangan Ummat Islam itu sendiri. Kesadaran pelaksanaan zakat masih di kalangan Ummat Islam masih belum diikuti dengan tingkat pemahaman yang memadai tentang ibadah yang satu ini, khususnya jika diperbandingkan dengan ibadah wajib lainnya seperti sholat dan puasa. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib zakat dan mekanisme pembayaran yang dituntunkan oleh syari’ah islam menyebabkan pelaksanaan ibadah zakat menjadi sangat tergantung pada masing-masing individu. Hal tersebut pada gilirannya mempengaruhi perkembangan institusi zakat, yang seharusnya memegang peranan penting dalam pembudayaan ibadah zakat secara kolektif agar pelaksanaan ibadah harta ini menjadi lebih efektif dan efisien.

A.    Latar Belakang
Perkembangan zaman menimbulkan berbagai hal baru yang pada saat Rasulullah masih hidup hal tersebut tidak ada. Dalam hal perzakatan, saat ini bertambah satu pemasukan dari jenis zakat, yaitu zakat profesi.
Istilah Zakat Profesi belum dikenal di zaman Rosulullah SAW bahkan hingga masa berikutnya selama ratusan tahun. Bahkan kitab-kitab Fiqih yang menjadi rujukan umat saat ini pun tidak mencantumkan pembahasan bab zakat profesi didalamnya. Harus diingat bahwa meski di zaman Rosulullah SAW telah ada beragam profesi, namun kondisinya berbeda dengan zaman sekarang dari segi penghasilan.[2]
Zakat profesi baru dipermasalahkan pada saat ini, karena melihat penghasilan dari profesi memang cukup menjanjikan. penghasilan dari profesi dapat menjadikan seseorang kaya dan kelebihan harta seperti pada umumnya. Harta hasil profesi menjadi suatu polemik mengingat belum adanya hukum yang mengatur hal tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Zakat profesi baru dipermasalahkan pada saat ini, karena melihat penghasilan dari profesi memang cukup menjanjikan. penghasilan dari profesi dapat menjadikan seseorang kaya dan kelebihan harta seperti pada umumnya.
1.      Apakah harta hasil profesi wajib dikeluarkan zakatnya?
2.      Bagaimana menentukan nisab dan kadar zakatnya?

C.    Bahasan Singkat
Secara umum dan global al-qur’an menyatakan bahwa zakat itu diambil dari setiap harta yang kita miliki, seperti dikemukakan dalam surat at-Taubah: 103 dan juga diambil dari setiap hasil usaha yang baik dan halal, seperti juga digambarkan dalam surat al-Baqarah: 267.[3] Untuk melihat hal tersebut maka kita perlu menggunakan pendekatan.
Pertama, pendekatan ijmali ‘global’, yaitu segala macam harta yang dimiliki yang memenuhi persyaratan zakat, dan kedua, pendekatan tafsili ‘terurai’, yaitu menjelaskan berbagai jenis harta yang apabila telah memenuhi persyaratan zakat, wajib dikeluarkan zakatnya. Dengan pendekatan ijmali ini, semua jenis harta yang belum ada contoh konkritnya di zaman Rasulullah saw, tetapi karena perkembangan ekonomi, menjadi benda yang bernilai, maka harus dikeluarkan zakatnya.[4]
Yusuf al-Qordhawi menyatakan bahwa diantara hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian kaum muslimin saat ini adalah penghasilan atau pendapatannya yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dikeluarkan secara pribadi maupun secara bersama.[5]
Tidak dapat dipungkiri bahwa bentuk  penghasilan  yang  paling  menyolok  pada zaman  sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya.
 Pekerjaan yang menghasilkan  uang  ada  dua  macam. Pertama adalah  pekerjaan  yang  dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat  kecekatan  tangan  ataupun  otak. Penghasilan   yang   diperoleh  dengan  cara  ini  merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang doktor, insinyur,   advokat   seniman,  penjahit,  tukang  kayu  dan lain-lainnya.
 Kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang  untuk pihak  lain-baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun  kedua-  duanya.  Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.[6]
Landasan kewajiban zakat atas harta hasil profesi diantaranya termaktub dalam al-Qur’an surat adz-Zariyat : 19,
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ  
Artinya : “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”.[7]
 Dari ayat diatas jelaslah bahwa segala macam harta tanpa membeda-bedakan jenis harta yang dimiliki oleh seorang muzakki wajib dikeluarkan zakatnya. Zakat wajib dikeluarkan setelah mencapai haul dan nisabnya, sebagaimana yang telah ada ketentuannya dalam berbagai literatur.

D.    Analisis dan Komentar Penulis
Merujuk atas kedua pendekatan (pendekatan ijmali dan pendekatan tafsili) tersebut maka harta hasil profesi wajib dikeluarkan zakatnya. Al-Qurthubi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata-kata hakkun ma’lum (hak yang pasti) pada surat adz-Zariyat ayat 19 adalah zakat yang diwajibkan. Artinya semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan, jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan zakatnya.
Sementara itu, para peserta Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait telah sepakat tentang wajibnya zakat profesi apabila telah mencapai nishab, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya. Sementara itu dalam undang-undang tentang pengelolaan zakat nomor 38 tahun 1999 Pasal 11 disebutkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah : a. emas, perak dan uang; b. perdagangan dan perusahaan; c. Hasil pertanian, perkebunan dan perikanan; d. Hasil pertambangan; e. Hasil peternakan; f. Hasil pendapatan dan jasa; g. Rikaz.[8]
DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc dalam bukunya berpendapat bahwa setiap keahlian dan pekerjaan apapun yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupun yang terkait dengan pihak lain, seperti seorang pegawai atau karyawan, apabila penghasilan dan pendapatannya mencapai nishab wajib dikeluarkan zakatnya. Pendapat tersebut beliau ambil berdasarkan beberapa hal.
Pertama, ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum terkait dengan persoalan zakat mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya.
Kedua, berbagai pendapat para ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda, pada intinya mewajibkan zakat terhadap semua harta.
Ketiga, dari sudut keadilan, yang merupakan cirri utama ajaran islam, penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada komoditas-komoditas tertentu saja yang konvensional.
Keempat, sejalan dengan perkembangan kehidupan umat manusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di Negara-negara industry saat ini.[9]
Sayyid Quthub ketika menafsirkan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 267 mengatakan,  bahwa nash ini mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan yang halal serta mencakup pula seluruh yang dikeluarkan Allah SWT dari dalam dan atas bumi.
Dari beberapa pendapat para ulama diatas, penulis turut mendukung atas kewajiban zakat yang dibebankan kepada harta hasil profesi. Apapun bentuk penghasilan seseorang tentu tidak terlepas dari peran orang lain secara baik langsung maupun tidak secara langsung. Selain itu, terdapat pula hak orang lain (orang yang berhak menerima zakat) yang oleh Allah SWT sengaja dititipkan dalam suatu profesi.
Terkait nishab, waktu, kadar dan cara mengeluarkan zakat profesi ini terdapat kemungkinan beberapa penganalogian. Dalam hal ini penulis lebih condong kepada para ulama yang menganalogikan tijarah (perdagangan).
Dalam perdagangan nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5% dan waktu pengeluarannya setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok. Hal ini mengingat aturan dalam mengeluarkan zakat perdagangan juga seperti ini.[10]
Penghasilan dari profesi dalam setahun tentu sudah dapat diprediksi karena merupakan gaji atau upah tetap. Ketika gaji atau upah tetap selama satu tahun dihitung dan dikurangi kebutuhan pokok sehari-hari masih dapat untuk membeli emas seberat 85 gram, maka harta tersebut dikenakan zakat.
Cara pengeluaran zakat dapat dilakukan oleh muzakki sendiri dengan langsung memberikan kepada yang berhak setelah tercapai haulnya. Namun pada umumnya untuk instansi yang berlatarbelakang islam biasanya akan menerapkan pemotongan terhadap gaji bulanan para pegawainya atau sesuai kesepakatan kedua pihak. Hal ini dilakukan agar tidak terasa berat bagi para karyawan untuk mengeluarkan zakat ketika haul telah tercapai.
Penulis sendiri lebih sepakat dengan pemotongan langsung oleh pihak instansi yang bersangkutan. Hal ini lebih efektif dan efisien serta menghindari hal-hal tak terduga diluar perencanaan muzakki. Pengeluaran zakat profesi akan terasa lebih ringan dan mudah, karena sudah dicicil sejak awal.

E.     Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan dari pembahasan diatas dan dari rumusan yang ada sebagai berikut :
1.      Zakat hasil profesi menurut pandangan penulis wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu setelah mencapai haul dan nisabnya.
2.      Penganalogian zakat profesi lebih sesuai kepada zakat tijarah (perdagangan), nisabnya 84 gram emas dan wajib dikeluarkan setelah satu tahun.


[1] http://www.anneahira.com/ibadah/rukun-islam.htm
[2] http://www.naqshbandibatam.org.
[3] DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc. Zakat Dalam Perekonomian Modern., hlm. 15.
[4] Ibid., hlm. 91.
[5] Yusuf al-Qordhawi. Fiqh Zakat., hlm. 487.
[6] Diktip dari http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Zakat/Profesi/01.html#Pandangan.
[7] Orang miskin yang tidak mendapat bagian Maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta.
[8] Undang-undang no. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
[9] Opcit,. Zakat Dalam Perekonomian Modern., hlm. 95-96.
[10] Ibid., hlm. 96.

0 komentar:

Posting Komentar

 
footer